Jejak Langkah

Jumat, 10 April 2020

Catatan Kurator dan Puisi Lolos Seleksi Antologi Puisi Bertema Spritual Ditaja Rumah Semesta

Pengumuman Hasil Kurasi Puisi “Rumah Semesta”
Benarkah puisi adalah bahasa jiwa, dari jiwa dan untuk jiwa? Puisi yang berasal dari pikiran dan perasaan bisa saja merupakan ucapan halus Sang Jiwa. Ketika kata demi kata dirangkai menjadi puisi, banyak yang meyakini itu adalah bahasa jiwa. Mungkin hanya perlu ketulusan dari Sang Diri sebelum atau saat menulis puisi.
Lantas kenapa mesti ada ajakan untuk menulis puisi bertema spiritualitas? Apakah puisi ingin dijadikan semacam solusi yang menguatkan diri untuk melanjutkan hidup di tengah situasi dunia seperti saat ini?
Seorang penekun spiritual dan pejalan sunyi seperti Guru Wayan Mustika, pendiri “Rumah Semesta”, tidak akan semegah itu mengambil peran. Tradisi komunikasi “Rumah Semesta” adalah mengajak kita untuk tekun dalam menelisik keindahan Sang Pencipta melalui ciptaan-Nya. Juga mencari jalan penyatuan secara intens dalam menghayati kemegahan Sang Maha Agung melalui realitas atau fenomena kehidupan sehari-hari di sekitar kita. Dengan cara komunikasi seperti itu, diharapkan dapat semakin menguatkan cahaya jiwa dalam menerangi kegelapan diri.
Dalam kegiatan kali ini, “Rumah Semesta” telah menerima sebanyak 470-an puisi yang ditulis oleh 190-an peserta dari seluruh penjuru Indonesia, bahkan ada pula yang dikirim dari luar negeri. Puisi-puisi tersebut sebagai energi komunikasi Sang Jiwa atau Sang Diri terhadap Sang Maha Indah. Di dalamnya tersurat dan tersirat refleksi permohonan, pujian, kerinduan, pertanyaan-pertanyaan terhadap berbagai realita kehidupan. Juga sebagai pencarian jati diri lewat pernyataan-pernyataan eksistensial.
Tim Kurator yang terdiri dari Dewa Putu Sahadewa, Nyoman Sukaya Sukawati, dan Wayan Jengki Sunarta bertugas menyeleksi puisi-puisi tersebut untuk dibukukan. Dalam proses kurasi, tim kurator berpedoman pada tema, teknik, dan kedalaman isi puisi. Namun, sayangnya, kurator banyak menemukan puisi dengan semburan frasa yang kehilangan logika dan konteks. Ada sejumlah puisi yang terlalu cerewet dengan kata, yang sebenarnya bisa dipadatkan sebagai diksi atau metafora yang efektif. Ada pula puisi yang memamerkan akrobatik kata-kata, terlihat canggih, rumit, namun kenes, yang menyebabkan puisi kehilangan esensi puitiknya.
Dalam proses kurasi, kurator menggunakan metode yang telah disepakati bersama. Tahap pertama, masing-masing kurator menyeleksi puisi-puisi yang dikirimkan peserta. Pilihan masing-masing kurator kemudian dicocokkan. Puisi-puisi yang dipilih oleh dua dan tiga kurator disepakati lolos seleksi final. Sementara itu, puisi-puisi yang hanya dipilih oleh satu kurator didiskusikan kembali oleh para kurator untuk ditimbang ulang.
Kurator menyadari bahwa tidak mudah menulis puisi sublim bertema spiritualitas. Namun, dengan semangat kecintaan pada puisi, kurator berusaha secara maksimal untuk memilah dan memilih puisi-puisi yang dianggap “layak” menurut versi kurator. Kurator menyampaikan terima kasih dan rasa hormat kepada semua peserta yang telah menuliskan dan mengirimkan bahasa jiwanya dalam bentuk puisi sebagai bagian dari cara meresapi keindahan Sang Maha Indah, serta membagikannya kepada kehidupan.
Berikut adalah puisi-puisi yang lolos seleksi final:
1. Aan Almaidah Anwar
Tarian Jiwa
2. Abdul Salam HS
Sungai Cibanten
3. Apri Medianingsih
Petapa
4. Agoes Andika
Upacara Diri
5. Ardi Susanti
Tuhan
6. Awawa Yogarta
Harrison
Samsara
7. Badaruddin Amir
Lunatic
8. Bambang Widiatmoko
Mubeng Beteng
9. Bonk Ava
Ruang Waktu
10. Budhi Setyawan
Ayat-ayat Langit
Suara Air Mata
11. Daviatul Umam
Anak Hujan
12. Denesa Ekalista
Mahakarya Tuhan
13. DG. Kumarsana
Pitara Badil Agama Langit
14. Dhery Ane
Menulis Jejak-jejak Luka
15. Eddy Pranata PNP
Kesetiaan Lelaki Laut
16. Eddie MNS Soemanto
Biasa
Fitri
17. Edrida Pulungan
Lahirkan Aku Lagi
18. Erlina
Kekasih dari Tuhan
19. Emil
Mendengarkan Tubuh
20. Fadhilah Hunaini
Munajat
21. Fathurrohman
Rindu
22. Genoveva Dian
Rabu Abu
23. Gol A Gong
Epitaph
24. Hendri Suhendi RI
Suluk
25. Heru Mugiarso
Mencari Tuhan di Kota Wuhan
26. Herry Lamongan
Maha Kekasih
Saling Paham dalam Sajak
27. Husnul Khuluqi
Perahu Senja
28. I Komang Warsa
Titik Spiritual
29. Ida Bagus Pawanasuta
Belajar dari Alam
30. Ida Ayu Wayan Sugiantari
Mencacah Sunyi
31. I Ketut Aryawan Kenceng
Mencari Tuhan
32. IDK Raka Kusuma
Doa Sepanjang Kemarau
Lembah Sudamala
33. I Made Kridalaksana
Umanis Galungan di Puncak Penulisan
34. Ika Permata Hati
Percakapan Batin
35. Irawan Sandhya Wiraatmaja
Tentang Batu
36. Isbedy Stiawan ZS
20 Km dari Lampu Merah
Senja Jatuh Dekat Wajahmu
37. I Made Adi Sunantara
Di kamar Operasi
Perjalanan ke Rumah Sakit
38. Imam Barker
Dari Kampung Aku Berpuisi
Masih Di Sinilah Aku (2)
39. Imam Rosyadi Mahmudi
Mengenal Diri Sendiri
Sesunyi Jiwaku
40. Irvan Mulyadie
Ciwulan
41. I Nyoman Musna
Diam
Rindu
42. I Made Suantha
Lafadz Sebatang Pohon
Menempuh Lempuyang: Jalan Berundak Menuju Pura
43. Itov Sakha
Gesekan Hening
Mimpi
44. Jauza Imani
Dalam Diam
Zikir Kembang Api dan Rembulan
45. Jimat Kalimasadha
Berhentilah Ia Pada Akhirnya
Di Atas Panggung Amandava
46. J. Akid Lampacak
Risalah Laut
Potret Penjemputan
47. Khanafi,
Asing
Langit Tanpa Angin
48. Khalil Satta Èlman
Menggapai Kosong
49. Kurnia Effendi
Skenario
50. Leenda Madya
Barangkali, Ngajiku Sebatas Berahi
51. Lukman A.Salendra
Mampir di Sofifi
52. M. Anton Sulistyo
Insomnia Kakek
Peta di Brosur Perjalanan
53. Mangir Chan
Membaca Bumi Membaca Langit
Pada Jalan Usia
54. Martin da Silva
Mengukir Nama Leluhur
55. Mettarini Desak
Dari Kerling Ilahi
Menemukan Jiwa
56. Moh. Ghufron Cholid
Kepada Jiwa-Jiwa yang tenang
Jalan Pulang Seorang Petarung
57. Moh. Rofqil Bazikh
Sebelum Hijrah
58. Neneng Hendriyani
Reinkarnasi
Atma yang Tersesat
59. Ni Luh Putu Mahaputri
Sundaram
60. Nuryana Asmaudi SA
Anak Waktu
Kado Sunyi
61. P. Nuraeni
Malam di Langit Madinah
62. Petrus Nandi
Sembahyang Pagi
63. Putu Gede Pradipta
Agama Air
Jalan Sunyi
64. Rahem
Malam Sya’ban
Aku, Tuhan, dan Waktu
65. Rezqie M.A. Atmanegara
Khalwat
66. Rissa Churria
Mendung di Stasiun Cikini
67. Ruhan Wahyudi
Elegi Kemenyan
68. Roso Titi Sarkoro
Tuhan Bukakan Pintu
Membaca Senja
69. Romy Sastra
Nyanyian Sunyi
Puja
70. Roymon Lemosol
Batumoli
71. Salman Yoga S
Tuhan Kopi
Kopi Ganja
72. Shafwan Hadi
Belajar Membaca
Setiap Malam Kubaca Doa
73. Soekoso DM
Kumatikan Lampu Malam Ini
74. Sultan Musa
Pria Berbingkai Munajat
75. Sulaiman Juned
Tanda Mata
76. Veran Making
Cahaya Dari Jendela Kasih-Nya
77. Waty Sumiati Halim
Pada Garis Pantai-Mu
78. Wahyu Hidayat
Doa
79. Winar Ramelan
Dia yang Rela Diduakan
Pada Tubuh Ke Berapa
Bali, 10 April 2020
Kurator:
Dewa Putu Sahadewa
Nyoman Sukaya Sukawati
Wayan Jengki Sunarta

Kamis, 02 April 2020

MENANGKAL WABAH CORONA DENGAN BURDAH KELILING

Lesbumi Kedungdung Menulis|Junglorong (1/1) bakda isya menjadi sebuah pemandangan yang begitu indah. Pasalnya diadakan burdah bersama dari kalangan muda Junglorong dan para santri Junglorong.
Rutenyapun lintas kampung, hal ini dilakukan sebagai bentuk kepedulian Majlis Keluarga Besar Junglorong untuk membumikan sholawat agar wabah yang melanda negeri segera berakhir.
Menjadi pemimpin baca burdah KH. Aziz Marzuqi yang lalu dilanjutkan oleh Lora Sonhaji, yang memiliki sapaan akrab Mas Aji.
Sengaja mengambil rute yang agak jauh dari biasanya agar masyarakat di luar Junglorong juga bisa merasakan getar dan debar sholawat (burdeen) keliling lintas kampung.
Sebelum berangkat dibuka dengan tawasul kepada Nabi Muhammad, para sahabat juga para masyaikh Junglorong dan Masyaikh Sidogiri serta para masuaikh lainnya, dengan harapan Allah menurunkan keberkahan dan menghapus peta duka bangsa tercinta, terhindah dari wabah Corona dan semacamnya.
Ada yang menarik dari pelaksanaan ini, tiap pojok kampung dan lintas kampung yang menjadi rute burdeh keliling akan bergema adzan sekaligus iqamah. 
Deretan obor menyala mendai detak demi detak perjalanan burdah keliling. Pelaksanaan ini juga membuat masyarakat tergerak hatinya dan ikut menjadi saksi mata betapa sholawat benar-benar hidup dan berlangsung khidmat. 
Lora H Rahmatullah juga menuturkan, burdah keliling yang rutenya semakin jauh ini membawa berkah bukti keberkahan tersebut dibuktikan dengan bisanya Lora Rahmat mengikuti segala prosesi burdah keliling sampai usai.

Junglorong, 1 April 2020