Jejak Langkah

Jumat, 09 Oktober 2020

JUNGLORONG DAN MUTIARA TERSEMBUNYI DI BUJUK KA' ENGKOK

 Oleh Moh. Ghufron Cholid

Paling tidak, hari Rabu 7 Oktober 2020 bertepatan 19 Shafar 1442 H merupakan hari yang sangat istimewa bagi saya, lantaran saya bisa menghadiri Haul Sayyid Abdurrahiem bin Raden Ronggo (Bujuk Ka' Engkok Seppo) di Tebbenah Banyuates Sampang. 

Foto Dokumentasi di Depan Congkop Bujuk Ka' Engkok

Saya bisa berjumpa dengan berbagai keturunan beliau dari berbagai daerah, baik dari Madura maupun luar Madura, yang tidak kalah istimewanya, dari acara tersebut saya menjadi tahu bahwa ada pertalian nasab antara Masyaikh Junglorong dengan Bujuk Ka' Engkok.

Adapun pertalian nasab tersebut dimulai dari Kiai Hadiun (Montor) bin Bujuk Diun (Montor) yang menikah dengan Nyai Khotimah Sued (Junglorong) bin Sayyid Sued bin Sayyid Abdullah (Bujuk Ambessi, Junglorong).

Berikut silsilah lengkap yang saya peroleh dari acara haul Bujuk Ka' Engkok Tebbenah Banyuates Sampang,

1. Sunan Giri

2. Nyai Ageng Sewo

3. Raden Waringin Pitu

4. Raden Mas Panganten

5. Raden Ronggo (Nepa)

6. Sayyid Abdurrahiem (Bujuk Ka' Engkok Seppo)

7. Sayyid Abdurrahman (Bujuk Ka' Engkok Anom)

8. Bujuk So'on (Banyusokah, Ketapang)

9. Bujuk Ghonem (Tlageh, Banyuates)

10. Bujuk Amir (Montor) dimakamkan di Tebbenah

11. Bujuk Abdul Karim (Montor)

12. Bujuk Diun (Montor)

13. Kiai Hadiun (Montor) + Nyai Khotimah Sued (Junglorong) binti Sayyid Sued bin Sayyid Abdullah

14. Kiai Ismail + Nyai Khotimah binti Kiai Abdul Aziz bin Sayyid Sued bin Sayyid Abdullah

15. Nyai Nursiti + Kiai Sanusi (Prajjan)

16. KH. Mawardi + Nyai Subaidah binti Kiai Hadlori bin Kiai Abdul Aziz bin Sayyid Sued bin Sayyid Abdullah

17. KH. Cholid Mawardi + Nyai Hj Munawwaroh (Blega) binti Kiai Munawwir bin Kiai Ali Bakri bin Sayyid Sued bin Sayyid Abdullah

Di samping itu juga memiliki nasab yang bersambung kepada Sunan Ampel dengan perincian sebagai berikut,

1. Sunan Ampel

2. Raden Tumapel (Sayyid Hamzah)

3. Raden Kulkum (Sayyid Ghozali)

4. Raden Sewo Tanah (Sayyid Abdurrahman)

5. Raden Waringin Pitu (Sayyid Abdullah)

6. Raden Mas Panganten (Sayyid Ja'far Shodiq)

7. Raden Ronggo (Sayyid Muhammad)

8. Syarifah Ayu Ambami sesaudara dengan Bujuk Ka' Engkok Seppo

9. Ratu Ayu Wiranolo + Sayyid Abdurrahman (Bujuk Ka' Engkok Anom)

10. Bujuk So'on (Banyusokah) sesaudara sekaligus besan Bujuk Burhanuddin (Montor)

11. Bujuk Ghonem Lakek + Bujuk Ghonem Binik (Tlageh Banyuates)

12. Bujuk Amir (Montor) dimakamkan di Tebbenah

13. Bujuk Abdul Karim (Montor) + Caca Rattin

14. Bujuk Diun (Montor)

15. Kiai Hadiun (Montor) + Nyai Khotimah Sued (Junglorong)

16. Kiai Ismail + Nyai Khotimah Abdul Aziz (Junglorong)

17. Nyai Nursiti (Junglorong) + Kiai Sanusi (Prajjan)

18. KH. Mawardi + Nyai Subaidah binti Nyai Maisurah (Sesaudara Kiai Munawwir Blega) binti Kiai Ali Bakri (Junglorong) bin Sayyid Sued bin Sayyid Abdullah (Bujuk Ambessi, Junglorong)

19. KH. Cholid Mawardi (Junglorong) + Nyai Hj Munawwaroh (Nyai Maftuhah) binti Kiai Munawwir bin Nyai Shofiyah binti Syarifah Marni binti Syeikh Abu Bakar al-Iraqy

Dalam haul yang dipenuhi berkah, saya menemukan Junglorong dan Mutiara yang Tersembunyi di Bujuk Ka' Engkok. Berdekatan dengan orang shaleh merupakan salah satu wasilah mendekatkan diri kepada Allah. 

Bahwa ikut hadir dalam acara haul orang shaleh atau waliyullah merupakan cara lain menjarung berkah dan mengeratkan ikatan bathin. Yang semula tidak kenal menjadi kenal. Lalu berubah menjadi karib sekarib daun dan uratnya. Sekokoh pohon dan akarnya. 


Junglorong, 09 Oktober 2020

Sabtu, 03 Oktober 2020

SAYYID SYAMSUDDIN |BUJUK PERRENG NGAMUK|



 Asta Sayyid Syamsuddin (Bujuk Perreng Ngamuk)

Oleh Moh. Ghufron Cholid*

Kali ini sahabat LESBUMI di manapun anda berada akan disajikan salah satu makam waliyullah yang ada di Sampang, khususnya di Ombul Kedungdung Sampang. 

Sayyid Syamsuddin (Bujuk Perreng Ngamuk) merupakan menantu dari Bujuk Diman (Ombul). Di samping itu merupakan kakek dari Sayyid Abdullah (Bujuk Ambessi, leluhur orang Junglorong Komis Kedungdung Sampang). 


Adapun Silsilah Nasabnya

KH. Cholid Mawardi (Pendiri Lembaga Assanusi Torjunan Robatal Sampang) bin KH. Mawardi bin Nyai Nursiti binti Kiai Ismail bin Nyai Chotimah Sued binti Sayyid Sued bin Sayyid Abdullah (Bujuk Ambessi) bin Sayyid Syarifuddin (Bujuk Sarebu) bin Sayyid  Syamsuddin (Bujuk Perreng Ngamuk) bin Sayyid Abdurrahman (Bujuk Bira) bin Sayyid Husen (Bujuk Sangkah) bin Sunan Bonang bin Sunan Ampel.


Waliyullah yang satu ini sangat masyhur dengan keberaniannya. Konon julukan Perreng Ngamuk diperoleh lantaran semua pohon yang berada di depannya dengan mudah dicabut agar tidak menghalangi jalan menuju Pamekasan karena mertuanya yang bernama Bujuk Ombul sudah berada di Pamekasan untuk berperang. 


Pohon-pohon dicabut agar tidak menghalangi jalan Bujuk Perreng Ngamuk menuju Pamekasan untuk membantu mertuanya yang telah berangkat lebih dahulu untuk berperang. 


Tempatnya yang berada di pemakaman umum namun berada dalam sebuah Congkop membuat para peziarah semakin khusyuk lantaran jauh dari keramaian.


Sampang, 3 Oktober 2020

*Pengurus LESBUMI Kedungdung yang juga alumni TMI Al-Amien Prenduan serta penulis puisi yang bermukim di Pondok Pesantren Al-Ittihad Junglorong Komis Kedungdung Sampang Madura.

SENI MENGGENGGAM CINTA


 Kunaiki tangga demi tangga, pelan-pelan aku mengerti, cinta bukan ditunggu melainkan didekati lalu digenggam.


Moh. Ghufron Cholid

M2M Tanjung Bumi Selepas Isyak, 3 Oktober 2020

Jumat, 02 Oktober 2020

KEKUATAN CINTA


 Dalam kesendirian teramat

Nama dan kenangmu tetap kusemat


Moh. Ghufron Cholid

Kapal Jodoh, Tamberruh Pamekasan Madura, 2020

Senin, 28 September 2020

SEBAB CINTA MESTI DIKENALKAN

: Farrohah Ulfa
 

Sebab cinta mesti dikenalkan
Mesti diabadikan

Biar serpihan ragu
Tak sampai butakan mata kalbu

Sebab cinta mesti dikenalkan
Biar kebencian tak jadi debaran

Bila luka telah menjadi rupa
Masih ada kenangan pengobat lara


Moh. Ghufron Cholid
Torjunan, 29 September 2020

Sabtu, 26 September 2020

Tiga Serangkai Bujuk Paopale Daya

 

Oleh Moh. Ghufron Cholid*

1. Bujuk Asmoro Panglima 2. Bujuk Bungsoh 3 Bujuk Ponjuk demikian ketiga Bujuk ini berderet dalam satu congkop yang berlokasi di Sorren Paopale Daya Ketapang Sampang.

Lokasinya bisa dijangkau baik dengan menggunakan sepeda motor maupun mobil pribadi. Kesunyian dan keheningan membuat tempat ini cocok dijadikan tempat riyadloh. Mendekatkan diri kepada Allah lewat jalur ziarah dan zikir.

Lokasinya ke Barat Daya Pasar Paopale Daya atau pasar paleh, demikian masyarakat paleh menyebut pasar kecil di daerahnya. Sebuah pasar yang hanya menjual ikan, sayur-sayuran dan kadang aneka gorengan. 

Berada di sekitar makam (asta dalam bahasa Madura) anda akan disapa rimbun pohon jambu mente dan beberapa kuburan yang tidak terlalu padat.

Jika anda tidak memiliki wudlu maka anda tak usah risau karena di samping congkop, sudah disediakan tempat khusus wudlu. Namun jika anda ingin BAB, anda tak usah risau meski sekitar congkop tak menyediadakan. Anda bisa ke kamar mandi warga sekitar, dan tinggal mengucapkan ngampongah jeddingah, maka anda sudah bisa BAB. 

Jika hendak riyadlah ke tempat ini disarankan untuk membawa bekal karena jika tidak membawa anda harus keluar area makam untuk melaksanakan pengisian yang sifatnya materi alias makan. 

Kadang tempat ini lebih sering dikunjungi ketika malam untuk yang mau riyadlah, namun selain malam juga bisa dikunjungi dan bisa di riyadlahi. 

Haulnya diadakan tiap tanggal 29 Sya'ban dan terbuka untuk umum, selamat berziarah dan berriyadlah semoga segala hajat dimudahkan Allah. Amien


Ketapang, 27 September 2020
*Alumni TMI Al-Amien Prenduan, Pengurus Lesbumi Kedungdung, pecinta ziarah sekaligus suka belajar silsilah. Alamat Rumah Pondok Pesantren Al-Ittihad Junglorong Komis Kedungdung Sampang. Hp 087850742323

Senin, 21 September 2020

SILSILAH MASYAIKH JUNGLORONG

 Oleh Moh. Ghufron Cholid

Lewat Jalur Sunan Giri

1. Sunan Giri

2. Panembahan Kulon

3. Nyai Gede Kedaton + Syaikh Moh. Khotib

4. Sunan Cendana + Istri Sunan Cendana

5. Nyai Kumala + Kiai Abdullah

6. Nyai Tepi Selase + Kiai Aji Sulasi

7. Sayyid Abdul Allam

8. Kiai Abdul Kamal

9. Kiai Masajid

10. Nyai Rahmah

11. Kiai Sulaiman beristri Nyai Ummu Khomsyien binti Kiai Qashim (saudara dua pupu) namun jika Nyai Ummu Khomsyien binti Nyai Ratnady bin Kiai Safina (keponakan dua pupu)

12. Kiai Sanusi + Nyai Nursiti binti Kiai Ismail bin Nyai Chotimah Sued binti Sayyid Sued bin Sayyid Abdullah (Bujuk Ambessi) bin Sayyid Syarifuddin (Bujuk Sarebu/Bujuk Bajrasokah) bin Sayyid Syamsuddin (Bujuk Perreng Ngamuk) bin Sayyid Abdurrahman (Bujuk Bira) bin Sayyid Husein (Bujuk Sangkah) bin Sunan Bonang bin Sunan Ampel

13. KH. Mawardi + Nyai Subaidah binti Kiai Hadlori bin Kiai Abdul Aziz bin Sayyid Sued bin Sayyid Abdullah (Bujuk Ambessi) bin Sayyid Syarifuddin (Bujuk Sarebu/Bujuk Bajrasokah) bin Sayyid Syamsuddin (Bujuk Perreng Ngamuk) bin Sayyid Abdurrahman (Bujuk Bira) bin Sayyid Husein (Bujuk Sangkah) bin Sunan Bonang bin Sunan Ampel

14. KH. Cholid Mawardi + Nyai Hj Munawwaroh (Maftuhah) binti Kiai Munawwir bin Kiai Ali Bakri bin Sayyid Sued bin Sayyid Abdullah (Bujuk Ambessi) bin Sayyid Syarifuddin (Bujuk Sarebu/Bujuk Bajrasokah) bin Sayyid Syamsuddin (Bujuk Perreng Ngamuk) bin Sayyid Abdurrahman (Bujuk Bira) bin Sayyid Husein (Bujuk Sangkah) bin Sunan Bonang bin Sunan Ampel


Atau

1. Sunan Giri

2. Panembahan Kulon

3. Nyai Gede Kentil + Pangeran Mandaraga

4. Kiai Bukabuh

5. Istri Sunan Cendana + Sunan Cendana

6. Nyai Kumala + Kiai Abdullah

7. Nyai Tepi Selase + Kiai Aji Sulasi

8. Sayyid Abdul Allam

9. Kiai Abdul Kamal

10. Kiai Rumajak

11. Kiai Qashim + Nyai Ratnady

12. Nyai Ummu Khomsyien + Kiai Sulaiman

13. Kiai Sanusi + Nyai Nursiti binti Nyai Chotimah Abdul Aziz binti Kiai Abdul Aziz bin Sayyid Sued bin Sayyid Abdullah (Bujuk Ambessi) bin Sayyid Syarifuddin (Bujuk Sarebu/Bujuk Bajrasokah) bin Sayyid Syamsuddin (Bujuk Perreng Ngamuk) bin Sayyid Abdurrahman (Bujuk Bira) bin Sayyid Husein (Bujuk Sangkah) bin Sunan Bonang bin Sunan Ampel

14. KH. Mawardi + Nyai Subaidah binti Nyai Maisurah binti Kiai Ali Bakri bin Sayyid Sued bin Sayyid Abdullah (Bujuk Ambessi) bin Sayyid Syarifuddin (Bujuk Sarebu/Bujuk Bajrasokah) bin Sayyid Syamsuddin (Bujuk Perreng Ngamuk) bin Sayyid Abdurrahman (Bujuk Bira) bin Sayyid Husein (Bujuk Sangkah) bin Sunan Bonang bin Sunan Ampel

15. KH. Cholid Mawardi + Nyai Hj Munawwaroh binti Kiai Munawwir bin Shofiyah Muhsin binti Syarifah Yamani binti Syeikh Abu Bakar al-Iraqy


Atau 

1. Sunan Giri

2. Panembahan Kulon

3. Sayyid Khotib Mantoh

4. Syeikh Khotib Pesapen

5. Kiai Abdullah + Nyai Kumala

7. Nyai Tepi Selase + Kiai Aji Sulasi bin Sayyid Martalaksana bin Sayyid Badrul Badur bin Sayyid Khotib Pranggan bin Sayyid Ahmad Baidlawi (Pangeran Katandur) bin Sayyid Sholeh bin Sayyid Jakfar Shodiq (Sunan Kudus) bin Sayyid Utsman (Sunan Ngudung) bin Sayyid Aly Murtadha.

8. Sayyid Abdul Allam

9. Kiai Abdul Kamal

10. Nyai Temor Songai

11. Kiai Safina

12. Nyai Ratnady+ Kiai Qashim

13. Nyai Ummu Khomsyien + Kiai Sulaiman

14. Kiai Sanusi + Nyai Nursiti binti Kiai Ismail bin Kiai Hadiun (Montor) bin Abu Hadiun bin Abdul Karim (Montor) bin Bujuk Amir (Montor) bin Bujuk Ngonem (Tlageh Banyuates) bin Bujuk So'on (Banyusokah)

15. KH. Mawardi + Nyai Subaidah

16. KH. Cholid Mawardi + Nyai Hj Munawwaroh

Ket

-KH. Mawardi Sanusi menikah dengan Nyai Subaidah memiliki anak yakni 1. Nyai Khorijah (Nyai Hj Hamidah) 2. Kiai Hasyim (Wafat Muda) 3. KH. Cholid Mawardi 4. KH. Fawaid (Kiai Subki) 5. KH. Fathurrozi (Kiai Mas'ud) sedangkan pernikahannya dengan Nyai Hj Zeiniyah dikarunia 2 putri yakni Nyai Mutmainnah Mawardi 2. Nyai Khomsyatul Badriyah.

-KH. Mawardi 2. Kiai Abdul Adzim dan Kiai Mukhtar merupakan tiga bersaudara dari pasangan Kiai Sanusi + Nyai Nursiti


SILSILAH LEWAT SUNAN AMPEL

1. Sunan Ampel

2. Sunan Bonang

3. Sayyid Husein (Bujuk Sangkah)

4. Sayyid Abdurrahman (Bujuk Bira)

5. Sayyid Syamsuddin (Bujuk Perreng Ngamuk) + Putri Bujuk Diman Ombul Kedungdung

6. Sayyid Syarifuddin (Bujuk Sarebu)

7. Sayyid Abdullah (Bujuk Ambessi)

8. Sayyid Sued

9. Kiai Ali Bakri memiliki keturunan Kiai Munawwir + Nyai Shofiyah dan Nyai Maisurah + Kiai Hadlori Abdul Aziz

10. Nyai Hj Munawwaroh + KH. Cholid Mawardi

Atau

1. Sunan Ampel

2. Sunan Drajat

3. Sayyid Moh. Khotib + Nyai Gede Kedaton

. Sunan Cendana + Istri Sunan Cendana

5. Nyai Kumala + Kiai Abdullah

6. Nyai Tepi Selase + Kiai Aji Sulasi

7. Sayyid Abdul Allam

8. Kiai Abdul Kamal

9. Kiai Masajid

10. Nyai Rahmah

11. Kiai Sulaiman + Nyai Ummu Khomsyien

12. Kiai Sanusi + Nyai Nursiti binti Kiai Ismail bin Nyai Chotimah Sued binti Sayyid Sued bin Sayyid Abdullah (Bujuk Ambessi) bin Sayyid Syarifuddin (Bujuk Sarebu/Bujuk Bajrasokah) bin Sayyid Syamsuddin (Bujuk Perreng Ngamuk) bin Sayyid Abdurrahman (Bujuk Bira) bin Sayyid Husein (Bujuk Sangkah) bin Sunan Bonang bin Sunan Ampel

13. KH. Mawardi + Nyai Subaidah binti Kiai Hadlori bin Kiai Abdul Aziz bin Sayyid Sued bin Sayyid Abdullah (Bujuk Ambessi) bin Sayyid Syarifuddin (Bujuk Sarebu/Bujuk Bajrasokah) bin Sayyid Syamsuddin (Bujuk Perreng Ngamuk) bin Sayyid Abdurrahman (Bujuk Bira) bin Sayyid Husein (Bujuk Sangkah) bin Sunan Bonang bin Sunan Ampel

14. KH. Cholid Mawardi + Nyai Hj Munawwaroh (Maftuhah) binti Kiai Munawwir bin Kiai Ali Bakri bin Sayyid Sued bin Sayyid Abdullah (Bujuk Ambessi) bin Sayyid Syarifuddin (Bujuk Sarebu/Bujuk Bajrasokah) bin Sayyid Syamsuddin (Bujuk Perreng Ngamuk) bin Sayyid Abdurrahman (Bujuk Bira) bin Sayyid Husein (Bujuk Sangkah) bin Sunan Bonang bin Sunan Ampel


LEWAT SUNAN KUDUS

1. Sunan Kudus

2. Panembahan Qodhi

3. Pangeran Mandaraga + Nyai Gede Kentil

4. Kiai Bukabu

5. Istri Sunan Cendana dan Sunan Cendana

6. Nyai Kumala + Kiai Abdullah

7. Nyai Selase + Kiai Aji Sulasi bin Sayyid Martalaksana bin Sayyid Badrul Badur bin Sayyid Abdurrahman Lekpalek bin Sayyid Khotib Kranggan (Sumenep) bin Sayyid Ahmad Baidlawi (Pangeran Katandur) bin Sayyid Sholeh (Panembahan Pangkaos) bin Sunan Kudus

8. Sayyid Abdul Allam (Prajjan)

9. Kiai Abdul Kamal

10. Kiai Masajid

11. Nyai Rahmah

12. Kiai Sulaiman + Nyai Ummu Khomsyien

13. Kiai Sanusi + Nyai Nursiti memiliki keturunan 1) KH. Mawardi Sanusi + Nyai Subaidah + Nyai Zainiyah

2) Kiai Abdul Adzim + Nyai Hazinah

3) KH. Mukhtar Sanusi + Nyai Muqimah + Nyai Hj Amina

4) Nyai Rofiah + Kiai Ihsan Chotib, Nangger Ketapang Laok

14. KH. Mawardi + Nyai Subaidah memiliki keturunan

1) Nyai Hj Hamidah + KH. Mustain Zahri bin Bakri Langger Temor bin Nyai Chotimah Sued binti Sayyid Sued bin Sayyid Abdullah (Bujuk Ambessi)

2) Kiai Hasyim Mawardi (wafat ketika muda/lanceng)

3) KH. Cholid Mawardi + Nyai Hj Munawwaroh

4) KH. Fawaid Mawardi (Subki) + Nyai Hj Halimah (Nyai Kinaah Mukhtar Sanusi)

5) KH. Fathurrozi Mawardi (Mas'ud) + Nyai Hj Fauziyah (Prajjan)

15. KH. Cholid Mawardi + Nyai Hj Munawwaroh memiliki keturunan

1) Halimatus Sa'diyah (wafat ketika kecil

2) Moh. Ghufron Cholid, S.Sos.I + Farrohah Ulfa, S.Pd.I

3) Ahmad (wafat ketika kecil)

4) M. Farhan, S.Pd.I + Noer Faizah Fawaid Mawardi

5) Ali Fahmi Cholid, M.Pd.I + Neng Ifroh

6) Ulfatun Ni'mah Cholid

7) Asror Cholid (wafat ketika kecil)

8) Ahyar Cholid (wafat ketika kecil)





Jumat, 10 April 2020

Catatan Kurator dan Puisi Lolos Seleksi Antologi Puisi Bertema Spritual Ditaja Rumah Semesta

Pengumuman Hasil Kurasi Puisi “Rumah Semesta”
Benarkah puisi adalah bahasa jiwa, dari jiwa dan untuk jiwa? Puisi yang berasal dari pikiran dan perasaan bisa saja merupakan ucapan halus Sang Jiwa. Ketika kata demi kata dirangkai menjadi puisi, banyak yang meyakini itu adalah bahasa jiwa. Mungkin hanya perlu ketulusan dari Sang Diri sebelum atau saat menulis puisi.
Lantas kenapa mesti ada ajakan untuk menulis puisi bertema spiritualitas? Apakah puisi ingin dijadikan semacam solusi yang menguatkan diri untuk melanjutkan hidup di tengah situasi dunia seperti saat ini?
Seorang penekun spiritual dan pejalan sunyi seperti Guru Wayan Mustika, pendiri “Rumah Semesta”, tidak akan semegah itu mengambil peran. Tradisi komunikasi “Rumah Semesta” adalah mengajak kita untuk tekun dalam menelisik keindahan Sang Pencipta melalui ciptaan-Nya. Juga mencari jalan penyatuan secara intens dalam menghayati kemegahan Sang Maha Agung melalui realitas atau fenomena kehidupan sehari-hari di sekitar kita. Dengan cara komunikasi seperti itu, diharapkan dapat semakin menguatkan cahaya jiwa dalam menerangi kegelapan diri.
Dalam kegiatan kali ini, “Rumah Semesta” telah menerima sebanyak 470-an puisi yang ditulis oleh 190-an peserta dari seluruh penjuru Indonesia, bahkan ada pula yang dikirim dari luar negeri. Puisi-puisi tersebut sebagai energi komunikasi Sang Jiwa atau Sang Diri terhadap Sang Maha Indah. Di dalamnya tersurat dan tersirat refleksi permohonan, pujian, kerinduan, pertanyaan-pertanyaan terhadap berbagai realita kehidupan. Juga sebagai pencarian jati diri lewat pernyataan-pernyataan eksistensial.
Tim Kurator yang terdiri dari Dewa Putu Sahadewa, Nyoman Sukaya Sukawati, dan Wayan Jengki Sunarta bertugas menyeleksi puisi-puisi tersebut untuk dibukukan. Dalam proses kurasi, tim kurator berpedoman pada tema, teknik, dan kedalaman isi puisi. Namun, sayangnya, kurator banyak menemukan puisi dengan semburan frasa yang kehilangan logika dan konteks. Ada sejumlah puisi yang terlalu cerewet dengan kata, yang sebenarnya bisa dipadatkan sebagai diksi atau metafora yang efektif. Ada pula puisi yang memamerkan akrobatik kata-kata, terlihat canggih, rumit, namun kenes, yang menyebabkan puisi kehilangan esensi puitiknya.
Dalam proses kurasi, kurator menggunakan metode yang telah disepakati bersama. Tahap pertama, masing-masing kurator menyeleksi puisi-puisi yang dikirimkan peserta. Pilihan masing-masing kurator kemudian dicocokkan. Puisi-puisi yang dipilih oleh dua dan tiga kurator disepakati lolos seleksi final. Sementara itu, puisi-puisi yang hanya dipilih oleh satu kurator didiskusikan kembali oleh para kurator untuk ditimbang ulang.
Kurator menyadari bahwa tidak mudah menulis puisi sublim bertema spiritualitas. Namun, dengan semangat kecintaan pada puisi, kurator berusaha secara maksimal untuk memilah dan memilih puisi-puisi yang dianggap “layak” menurut versi kurator. Kurator menyampaikan terima kasih dan rasa hormat kepada semua peserta yang telah menuliskan dan mengirimkan bahasa jiwanya dalam bentuk puisi sebagai bagian dari cara meresapi keindahan Sang Maha Indah, serta membagikannya kepada kehidupan.
Berikut adalah puisi-puisi yang lolos seleksi final:
1. Aan Almaidah Anwar
Tarian Jiwa
2. Abdul Salam HS
Sungai Cibanten
3. Apri Medianingsih
Petapa
4. Agoes Andika
Upacara Diri
5. Ardi Susanti
Tuhan
6. Awawa Yogarta
Harrison
Samsara
7. Badaruddin Amir
Lunatic
8. Bambang Widiatmoko
Mubeng Beteng
9. Bonk Ava
Ruang Waktu
10. Budhi Setyawan
Ayat-ayat Langit
Suara Air Mata
11. Daviatul Umam
Anak Hujan
12. Denesa Ekalista
Mahakarya Tuhan
13. DG. Kumarsana
Pitara Badil Agama Langit
14. Dhery Ane
Menulis Jejak-jejak Luka
15. Eddy Pranata PNP
Kesetiaan Lelaki Laut
16. Eddie MNS Soemanto
Biasa
Fitri
17. Edrida Pulungan
Lahirkan Aku Lagi
18. Erlina
Kekasih dari Tuhan
19. Emil
Mendengarkan Tubuh
20. Fadhilah Hunaini
Munajat
21. Fathurrohman
Rindu
22. Genoveva Dian
Rabu Abu
23. Gol A Gong
Epitaph
24. Hendri Suhendi RI
Suluk
25. Heru Mugiarso
Mencari Tuhan di Kota Wuhan
26. Herry Lamongan
Maha Kekasih
Saling Paham dalam Sajak
27. Husnul Khuluqi
Perahu Senja
28. I Komang Warsa
Titik Spiritual
29. Ida Bagus Pawanasuta
Belajar dari Alam
30. Ida Ayu Wayan Sugiantari
Mencacah Sunyi
31. I Ketut Aryawan Kenceng
Mencari Tuhan
32. IDK Raka Kusuma
Doa Sepanjang Kemarau
Lembah Sudamala
33. I Made Kridalaksana
Umanis Galungan di Puncak Penulisan
34. Ika Permata Hati
Percakapan Batin
35. Irawan Sandhya Wiraatmaja
Tentang Batu
36. Isbedy Stiawan ZS
20 Km dari Lampu Merah
Senja Jatuh Dekat Wajahmu
37. I Made Adi Sunantara
Di kamar Operasi
Perjalanan ke Rumah Sakit
38. Imam Barker
Dari Kampung Aku Berpuisi
Masih Di Sinilah Aku (2)
39. Imam Rosyadi Mahmudi
Mengenal Diri Sendiri
Sesunyi Jiwaku
40. Irvan Mulyadie
Ciwulan
41. I Nyoman Musna
Diam
Rindu
42. I Made Suantha
Lafadz Sebatang Pohon
Menempuh Lempuyang: Jalan Berundak Menuju Pura
43. Itov Sakha
Gesekan Hening
Mimpi
44. Jauza Imani
Dalam Diam
Zikir Kembang Api dan Rembulan
45. Jimat Kalimasadha
Berhentilah Ia Pada Akhirnya
Di Atas Panggung Amandava
46. J. Akid Lampacak
Risalah Laut
Potret Penjemputan
47. Khanafi,
Asing
Langit Tanpa Angin
48. Khalil Satta Èlman
Menggapai Kosong
49. Kurnia Effendi
Skenario
50. Leenda Madya
Barangkali, Ngajiku Sebatas Berahi
51. Lukman A.Salendra
Mampir di Sofifi
52. M. Anton Sulistyo
Insomnia Kakek
Peta di Brosur Perjalanan
53. Mangir Chan
Membaca Bumi Membaca Langit
Pada Jalan Usia
54. Martin da Silva
Mengukir Nama Leluhur
55. Mettarini Desak
Dari Kerling Ilahi
Menemukan Jiwa
56. Moh. Ghufron Cholid
Kepada Jiwa-Jiwa yang tenang
Jalan Pulang Seorang Petarung
57. Moh. Rofqil Bazikh
Sebelum Hijrah
58. Neneng Hendriyani
Reinkarnasi
Atma yang Tersesat
59. Ni Luh Putu Mahaputri
Sundaram
60. Nuryana Asmaudi SA
Anak Waktu
Kado Sunyi
61. P. Nuraeni
Malam di Langit Madinah
62. Petrus Nandi
Sembahyang Pagi
63. Putu Gede Pradipta
Agama Air
Jalan Sunyi
64. Rahem
Malam Sya’ban
Aku, Tuhan, dan Waktu
65. Rezqie M.A. Atmanegara
Khalwat
66. Rissa Churria
Mendung di Stasiun Cikini
67. Ruhan Wahyudi
Elegi Kemenyan
68. Roso Titi Sarkoro
Tuhan Bukakan Pintu
Membaca Senja
69. Romy Sastra
Nyanyian Sunyi
Puja
70. Roymon Lemosol
Batumoli
71. Salman Yoga S
Tuhan Kopi
Kopi Ganja
72. Shafwan Hadi
Belajar Membaca
Setiap Malam Kubaca Doa
73. Soekoso DM
Kumatikan Lampu Malam Ini
74. Sultan Musa
Pria Berbingkai Munajat
75. Sulaiman Juned
Tanda Mata
76. Veran Making
Cahaya Dari Jendela Kasih-Nya
77. Waty Sumiati Halim
Pada Garis Pantai-Mu
78. Wahyu Hidayat
Doa
79. Winar Ramelan
Dia yang Rela Diduakan
Pada Tubuh Ke Berapa
Bali, 10 April 2020
Kurator:
Dewa Putu Sahadewa
Nyoman Sukaya Sukawati
Wayan Jengki Sunarta

Kamis, 02 April 2020

MENANGKAL WABAH CORONA DENGAN BURDAH KELILING

Lesbumi Kedungdung Menulis|Junglorong (1/1) bakda isya menjadi sebuah pemandangan yang begitu indah. Pasalnya diadakan burdah bersama dari kalangan muda Junglorong dan para santri Junglorong.
Rutenyapun lintas kampung, hal ini dilakukan sebagai bentuk kepedulian Majlis Keluarga Besar Junglorong untuk membumikan sholawat agar wabah yang melanda negeri segera berakhir.
Menjadi pemimpin baca burdah KH. Aziz Marzuqi yang lalu dilanjutkan oleh Lora Sonhaji, yang memiliki sapaan akrab Mas Aji.
Sengaja mengambil rute yang agak jauh dari biasanya agar masyarakat di luar Junglorong juga bisa merasakan getar dan debar sholawat (burdeen) keliling lintas kampung.
Sebelum berangkat dibuka dengan tawasul kepada Nabi Muhammad, para sahabat juga para masyaikh Junglorong dan Masyaikh Sidogiri serta para masuaikh lainnya, dengan harapan Allah menurunkan keberkahan dan menghapus peta duka bangsa tercinta, terhindah dari wabah Corona dan semacamnya.
Ada yang menarik dari pelaksanaan ini, tiap pojok kampung dan lintas kampung yang menjadi rute burdeh keliling akan bergema adzan sekaligus iqamah. 
Deretan obor menyala mendai detak demi detak perjalanan burdah keliling. Pelaksanaan ini juga membuat masyarakat tergerak hatinya dan ikut menjadi saksi mata betapa sholawat benar-benar hidup dan berlangsung khidmat. 
Lora H Rahmatullah juga menuturkan, burdah keliling yang rutenya semakin jauh ini membawa berkah bukti keberkahan tersebut dibuktikan dengan bisanya Lora Rahmat mengikuti segala prosesi burdah keliling sampai usai.

Junglorong, 1 April 2020

Jumat, 27 Maret 2020

UNDANGAN MENULIS ALUMNI MUNSI 2020

Lesbumi Kedungdung Menulis-Dalam rangka menggairahkan kehidupan sastra, Alumni MUNSI akan menyusun buku antologi (esai sastra, cerpen, dan puisi). Siapa pun boleh ikut, Terbuka untuk umum. Gratis, dan tak berbayar. Tim kurator akan dipilih dari kalangan sastrawan yang kredibel dan terpercaya.

Persyaratan:

1. Antologi ini terbuka bagi warga negara Indonesia, berdomisili di mana saja, siapa saja, segala usia, baik laki-laki maupun perempuan.
2. Tema bebas
3. Setiap peserta hanya boleh memilih mengirim esai sastra atau cerpen atau puisi untuk antologi.
4. Kirim karya terbaik, karya asli, bukan plagiat, atau pun dituliskan oleh orang lain.
Untuk esai sastra: kirim 2 esai maksimal 5 halaman,
Untuk cerpen: kirim 2 cerpen maksimal 7 halaman,
Untuk puisi: kirim 10 puisi, panjang setiap puisi maksimal 40 baris,(Jadi cukup termuat masing-masing puisi satu halaman dalam buku.)
5. Naskah dikirim beserta foto dan biodata terbaru (paling banyak 12 baris/ kalimat), alamat, e-mail, dan nomor telepon. Ditulis dalam satu lembaran/scroll.
6. Pengiriman naskah harus berupa lampiran email, dan bukan di badan email.
7. Silakan kirim karya terbaik Anda, ke email: alumnimunsi2017@gmail.com, dan paling lambat sudah harus diterima pada 30 Maret 2020, pukul 24.OO.
8. Naskah yang masuk akan diseleksi oleh tim kurator/editor yang ditunjuk. Antologi direncanakan terbit dan akan diluncurkan tahun 2020.
9. Tidak ada pungutan uang untuk keikut-sertaan dalam antologi ini, termasuk bagi mereka yang puisinya terpilih.
10. Setiap penulis yang karyanya terpilih dan dimuat akan mendapat 1 (satu) eks. buku sebagai nomor bukti.
11. Tidak diadakan surat-menyurat atau pun kontak lainnya. (R)

Antologi Puisi Melawan Corona



Lesbumi Kedungdung Menulis– Virus Corona atau COVID-19 sudah menjadi wabah dunia. Per tanggal 20 Maret 2020 pukul 17.00, tercatat 244.525 kasus di dunia, 86.032 sembFacebookTwitterWhatsAppLineSMSTelegramGmailEmai yang sama sudah tercatat 369 kasus, 17 sembuh dan 32 meninggal dunia. Berbagai prediksi yang dilakukan oleh beberapa lembaga penelitian mengindikasikan kemungkinan kasus ini akan meningkat di Indonesia sampai beberapa bulan ke depan.

Pemerintah Republik Indonesia juga sudah membentuk Satuan Tugas Percepatan Penanganan COVID-19. Semua potensi bangsa dikerahkan untuk ikut serta menangani wabah ini dengan kemampuan masing-masing.

Bagaimanakah peran penyair? Para penyair tentu tidak akan terlibat langsung dalam penanganan COVID-19 di lapangan. Tetapi para penyair harus mampu menyatukan semua energi positif bangsa dengan cara menggugah kesadaran bahwa ini adalah perang kita bersama.

Untuk itu, Yayasan Dapur Sastra Jakarta ingin menerbitkan sebuah buku kumpulan puisi dengan tema Puisi Melawan Corona. Melalui buku ini, diharapkan semua energi positif bangsa yang tertuang dalam puisi para penyair akan terkumpul, menggugah kesadaran serta menyemangati kita bersama.

Kirimkan satu puisi Anda tentang Corona atau COVID-19 dari perspektif apa saja ke alamat kreasi.dsj@yandex.com, paling lambat tanggal 31 Maret 2020 pukul 23.55 WIB.

Ketentuannya adalah: terbuka untuk siapapun yang berminat, ditulis dalam Bahasa Indonesia, panjang puisi maksimal 35 baris (termasuk baris spasi), biodata maksimal 50 kata, dikirim dalam bentuk berkas doc melalui mail attachment.

Kurator akan memilih 150 puisi terbaik untuk diterbitkan dalam buku kumpulan pusi Puisi Melawan Corona oleh Yayasan Dapur Sastra Jakarta.

Setiap penyair yang puisinya dimuat pada buku ini nanti tidak diberikan honor dan akan mendapatkan satu buku secara gratis. Jika ingin memiliki lebih dari satu dapat dilakukan dengan mengganti ongkos cetak.

Buku ini tidak akan diperjualbelikan, dan akan dibagikan kepada berbagai perpustakaan dan pihak-pihak yang terkait.

Buku ini diterbitkan oleh Teras Budaya Jakarta untuk Yayasan Dapur Sastra Jakarta. (R)

FESTIVAL SASTRA INTERNASIONAL GUNUNG BINTAN 2020


RIAU (Litera.co.id) – Yayasan Jembia Emas bekerjasama dengan Dewan Kesenian Kepri, Dinas Kebudayaan Kepri, Dinas Budspar Kota Tanjung pinang, Dinas Budspar Bintan , dan Dinas Kebudayaan Lingga, akan menyelenggarakan kembali event Festival Sastera Internasional Gunung Bintan ( FSIGB ) 2020.
Dengan ketentuan sebagai berikut:
1. FSIGB 2020 direncanakan dilaksanakan tanggL 24 sampai 27 September 2020 Di Tanjungpinang, Bintan, Kepri. FSIGB 2020 merupakan kelanjutan FSIGB 2018 dan FSIGB 2019.
2. Tema FSIGB 2020 : Tamaddun Melayu dan tradisi kesusasteraan
3. Kegiatan yang akan dilaksanakan antara lain : Penerbitan antologi puisi bersama “Jazirah Empat“ untuk peserta yang hadir pada FSIGB 2019, dgn tema : kembara padang lamun dan air mata rindu
4. penerbitan antologi bersama, Jazirah Lima untuk peserta 2020 yang lolos kurasi dengan tema:Laut , Angin dan gemuruh rindu. Tiap peserta diwajibkan mengirimkan maksimum 5 bh puisi, foto diri dan biodata singkat kepenyairan. Peserta yg puisinya lolos kurasi akan diundang mengikuti acara tersebut
5. Penerbitan antologi puisi jazirah 6 khusus untuk penyair Kepulauan Riau dengan tema : Kepri jantung tanah melayu
6. Seminar sastera dengan tema: Tamadun Melayu dan tradisi kesusasteraan dengan sejumlah pembicara dari Indonesia dan Negeri serumpun
7. Baca puisi bersama di sejumlah venue yang jadi tempat kegiatan.
8. Ziarah budaya menelusuri jejak sejarah perlawanan Sultan Mahmud I melawan Portugis di Bintan. Kunjungan lapangan dan presentasi pakar sejarah Kepri.
9. Peluncuran bersama 100 buku puisi peserta FSIGB 2020 yang lolos kurasi. Peserta yang lolos kurasi diminta mengirimkan cover buku puisinya yang terakhir dan satu puisi andalannya untuk dikutip cuplikannya.
10. Bazar kuliner khas melayu lingga : Pesta sagu gubal
11. Panitia hanya menanggung akomodasi ( satu kamar Berdua ) , kosumsi selama acara, dan transportasi lokal selama acara. Panitia tidak menanggung biaya Transfortasi Dari tempat peserta ke Tanjungpinang ( Bintan ) dan juga kembali.
12. Batas waktu penerimaan puisi/naskah /makalah : 30 Juni 2020.
13. Semua puisi, makalah dan naskah lainnya, dialamatkan pada email : fhardelia2@gmail.com
14. Hal hal lain yang belum jelas dapat ditanyakan pada : yuanda Isha 082170703568, via wag jazirah sastera atau kepada Rida K Liamsi, wa 08117001943 atau email : rliamsipku@gmail.com. (R)

Senin, 16 Maret 2020

Kiai Idris dan Sanad Sujud Syukur



Oleh Moh. Ghufron Cholid

Berungtungnya saya diberi kesempatan menimba ilmu di pesantren Al-Amien Prenduan. Pesantren yang memadukan metode pendidikan salaf dengan kholaf.

Lembaga yang berada di kawasan Prenduan yang masih masuk wilayah Kabupaten Sumenep.

Lembaga pesantren yang menganjurkan membaca qunut bagi yang menjadi imam sedang untuk makmumnya sesuai apa yang diyakini. Berqunut boleh, tidak berqunut juga boleh.

Lembaga pesantren yang ketika berada di jenjang pendidikan Tsanawiyah memperkenalkan dan membiasakan bermadzhab Syafi'i sedang ketika Aliyah dibekali pelajaran perbandingan madzhab agar tidak mudah menyalahkan yang tidak sama pandangannya baik dalam berqunut maupun persoalan lainnya.

Alangkah sangat bahagia diberi kesempatan berkenalan dan menjadi santri Kiai Idris.

Kiai yang alumni Pondok Pesantren modern GONTOR namun tetap menyeimbangkan porsi kemaduraannya.

Kiai yang membiasakan sujud syukur tiap kali mendapat karunia. Menurut Kiai Idris sujud syukur bisa dilakukan kapan sajs dan di mana saja.

Bila mendapat karunia bersegera sujud syukur adalah sanad ilmu yang saya terima dari Kiai Idris, kiai tiga serangkai yang pernah menjabat Pimpinan dan Pengasuh Pondok Pesantren Al-Amien.

Mengerjakan sujud syukur, seperti halnya duduk ketika duduk iftiros (duduk di antara dua sujud) lalu berniat sujud syukur kemudian membaca sajada wajhiya lilladzi kholaqahu wasaqwo sam'ahu wa bashorahu bihaulika waquwatika fainnahu lahawla walaquwwata illa billahil aliyyul adzim. Lalu mengucapkan salam ke kanan dan ke kiri.

Sujud syukur merupakan bentuk pengakuan rasa terimakasih seorang hamba kepada Tuhannya. Sebuah kesaksian bahwa segala terjadi atas kuasa Allah.

Bersujud syukur berarti telah membuat suatu jalan untuk tidak ingkar atas segala nikmat yang telah diberikan Ilahi.

Junglorong, 16 Maret 2020

Minggu, 15 Maret 2020

Kiai Idris dan Mushallanya yang Melegenda


Oleh Moh. Ghufron Cholid

Bila anda nyantri di Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan tentu anda pernah mendengar nama Mushalla Kiai Idris. Sekarangpun anda masih bisa menyaksikan mushalla tersebut tetap tegak berdiri di samping kediamanan.

Jika anda termasuk santri yang nyantri kisaran di bawah tahun 2000 sampai 2011 tentu anda pernah mendengar atau pernah merasakan getaran dahsyat dari kenangan yang dilahirkan mushalla ini.

Di mushalla inilah, tempat para santri yang diburu permasalahan menemukan solusi. Di mushalla ini pula kedekatan seorang santri dengan kiainya begitu terasa.

Di mushalla ini pula, anda bisa lebih tahu sosok Kiai Idris dari jarak terdekat. Andapun semacam menemukan teknik jitu berdekatan dengan kiai. Menyelesaikan persoalan pribadi yang tidak bisa diatasi sendiri.

Kiai Idris tidak hanya sebagai konseptor melainkan seorang aktor. Tidak hanya sekedar pandai beretorika melainkan pandai menerjemah dalam gerakan nyata.

Siapapun anda. Apapun status anda, baik berstatus santri, pengurus ataupun ustad anda dapat berada di mushalla ini, betkonsultasi secara pribadi dengan kiai. Menanyakan segala hal untuk ditemukan jawabannya.

Anda datang dan menunggu kehadiran Kiai Idris di mushalla maka setelah Kiai Idris datang dari masjid, anda bisa curhat layaknya seorang anak curhat kepada ayahnya.

Kiai Idris mungkin sudah wafat. Mushalla Kiai Idris memang tetap tegak berdiri namun Kiai Idris dan mushallanya yang melegenda menjadi satu paket tak terpisahkan bagi siapa saja, yang pernah datang dan berjumpa kiai.

Mushalla Kiai Idris semacam salah satu jalan dari sekian jalan, terapi melenyapkan kegundahan. Ianya akan tetap abadi dalam ingatan yang pernah merasakan berada di mushalla Kiai Idris.

Junglorong, 16 Maret 2020

Kiai Idris dan Teknik Membuka Kancengan


Oleh Moh. Ghufron Cholid

Kiai Idris merupakan Kiai Generasi Ketiga yang pernah menjadi Pimpinan dan Pengasuh Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan. Kiai yang juga seorang alumni Gontor sangat dekat dengan para santri dan lebih banyak menghabiskan waktu dengan para santrinya.

Berikut adalah kisah tentang Kiai Idris dan Teknik Membuka Kancengan.

Kancengan semacam sihir yang digunakan seseorang untuk mengunci orang lain dengan maksud agar orang tersebut selalu berada dalam kesusahan. Bila dijodohkan maka perjodohannya tidak akan berlangsung lama alias firoq. Dalam bahasa Madura dikenal dengan sebutan reng sangkal.

Keresahan semacam ini, saya tanyakan kepada Kiai Idris dengan maksud apabila ada kenalan yang kena kancengan bisa dibuka. Biar orang tersebut tidak lagi bergelar reng sangkal.

Agaknya Kiai Idris memberikan perhatian lebih masalah ini dan Kiai Idris mengeluarkan ijazah, agar dibacakan sholawat fatih sebanyak seribu kali. Namun sebelum itu dianjurkan untuk tawassul kepada Nabi kepada para guru dan kepada orang yang bersangkutan dengan maksud meminta pertolongan Allah agar kancengan tersebut bisa dibuka dan tak lagi melekat dalam tubuh.

Permasalahan kancengan ini, adalah permasalahan yang urgen agar bisa lebih cepat ditangani. Paling tidak yang diajarkan oleh Kiai Idris termasuk teknik membuka kancengan lewat tawassul dan pembacaan seribu sholawat fatih dengan bersila.

Semoga ijazah ini bisa menjadi jalan terbaik agar kenalan atau orang lain terhindar dari kancengan.

Junglorong, 15 Maret 2020

Jumat, 13 Maret 2020

KH. MOH. TIDJANI DJAUHARI, IJAZAH SHOLAWAT FATIH DAN TANDA TANGAN TERAKHIR


Oleh Moh. Ghufron Cholid

Sholawat Fatih adalah sholawat andalan pondok pesantren Al-Amien Prenduan, biasanya di segenap acara bacaan ini akan bergema, mengecup langit keridhaan. Adalah hal yang sangat khas pula jika mendapat ijazah amalan di pondok ini tanpa melalui proses mencatat, melainkan dibimbing melalui ucapan.
KH. Moh. Tidjani Djauhari, MA (Pimpinan dan Pengasuh Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan yang wafat 2007), merupakan ulama kharismatik yang membubuhkan tanda tangan terakhirnya di ijazah untuk generasi Sunsavista 31 & Sanvalery 17 (Sunser_317). Generasi lulusan tahun 2006 yang berjuluk anak-anak matahari.
Semasa hidup, KH. Moh. Tidjani Djauhari, MA membekali santri-santrinya dengan amalan sholawat fatih sebanyak 11 kali bacaan saat melakukan perjalanan.
Belakangan sanad amalan ini saya dapatkan dari KH. Ahmad Fauzi Tidjani dengan sanad KH. Ahmad Fauzi Tidjani dari KH. Moh. Tidjani Djauhari dari Kiai Jauhari dari Kiai Chotib dari Kiai Jamaluddin Abdussomad dari guru-gurunya sampai bersambung kepada Rasulullah.
Kalau boleh saya ibaratkan keberadaan sholawat fatih bagi pondok pesantren Al-Amien Prenduan selaksa udara bagi nafas kehidupan maka mengamalkan sholawat fatih yang telah diijazahkan kiai adalah kebaikan.
Kendati demikian KH. Moh. Tidjani Djauhari, MA tidak mewajibkan para santrinya untuk mengamalkan sholawat fatih. Sholawat ini boleh diamalkan boleh ditinggalkan, kiranya demikian yang saya pahami. Barangkali karena keluasan dan ketawadluan yang dimiliki beliau sehingga ijazah amalan ini menjadi suatu pilihan tetap dijalani sebagai keistiqomahan baik di pesantren maupun luar pesantren atau hanya sebagai serep (pusaka) yang boleh dikeluarkan kapan saja dibutuhkan.
Ketika ijazah ini diberikan dan khusus dibaca saat perjalanan, saya semacam menangkap isyarat bahwa bacaan ini bisa dijadikan sebagai bekal perjalanan dari seorang guru kepada seorang murid. Paling tidak sebagai wasilah atau tameng untuk terus berada di jalur keselamatan beriring keridhaan Tuhan.
Belakangan saya mendapatkan semacam penegasan dari putra sulungnya bahwa ijazah sholawat fatih ini bisa dibaca saban selesai sholat lima waktu sebanyak 11 kali boleh dibaca duduk, boleh dibaca sambil berjalan atau melakukan pekerjaan.
Belakangan saya memahami bahwa para masyaikh semacam hendak menegaskan bahwa sebuah amalan hendaknya dilakukan dengan riang dan tanpa tekanan, yang terpenting adalah keistiqomahan dalam mengamalkan.
Jika kembali mengingat amalan yang diijazahkan KH. Tidjani Djauhari untuk dibaca saat perjalanan barangkali kiai ingin agar dalam bertamasya atau melakukan perjalanan, hati kita hendaknya tetap terhubung kepada Nabi Muhammad, bukan seberapa banyak bacaan tetapi seberapa istiqamah kita membiasakan diri untuk melakukan dan mengeratkan ikatan bathin antara umat dengan nabinya.

Junglorong, 23 Februari 2020

MAGNET DAWUH KH. MOH IDRIS JAUHARI


Oleh Moh. Ghufron Cholid

"Anak-anakku bawalah buku dan pulpen di manapun kalian berada, jangan jadi 'KECOA'!!! Yaitu kelompok calon orang-orang awam." KH. Moh. Idris Jauhari

Sepintas apa yang didawuhkan Kiai Idris terkesan penuh sindiran. Barangkali mendengarnya bisa seakan tersambar petir. Telinga memerah tak terduga namun ketika kita memelankan langkah, merasakan desir angin sampai kedalaman ruh, terasa ada sisipan isyarat yang begitu dahsyat jika tidak sekedar didengarkan melainkan dikerjakan.

Tentu apa yang disampaikan Kiai Idris tidak berhenti kepada perintah hanya sekedar membawa melainkan juga mempergunakan.

Kiai Idris seakan ingin para santrinya, murid-muridnya baik yang masih berstatus santri aktif maupun alumni memberdayakan buku dan pulpen di manapun berada.

Buku dan pulpen lambang keseimbangan dan merujuk kepada seorang pemikir atau seorang yang diharap bisa mencatat apa saja yang dianggap berharga sehingga bisa menjadi manusia yang lebih bermakna.

Kiai Idris seakan ingin menegaskan bahwa sejatinya kita masih thalabul ilmi. Kita masih membutuhkan buku dan pulpen untuk mencatat ragam pelajaran bermakna. Biar segala pemikiran yang telah ada atau segala kemajuan yang pernah dicapai, bisa dilacak dan dipelajari sehingga dari hari ke hari kita tidak termasuk orang-orang yang disinyalir dalam surat Al-Ars sebagai orang merugi.

Buku adalah media untuk menumpahkan segala inspirasi, ragam impian ataupun aneka keteladanan, yang hanya bisa ditempuh jika seseorang menggerakkan pulpennya ke dalam buku lalu mencatat, sebagai temuan yang kelak bisa mendatangkan kebahagiaan.

Buku dan pulpen adalah perpaduan yang saling melengkapi. Buku dan pulpen adalah indikasi yang menjadi tolak ukur seseorang seorang penulis atau tidak.

Melihat dari cara Kiai Idris mempertegas dawuhnya, kita seakan mafhum bahwa Kiai Idris ingin santri-santrinya menjadi seorang yang suka menulis atau seorang penulis, apapun profesi yang ditekuni karena dengan menuliskan sebuah pemikiran dalam buku menjadi bukti bahwa seseorang pernah hidup dan pernah berbagi pandangan.

Memang tidak secara terang-terangan mengucapkan jadilah kalian seorang penulis, namun dengan melihat indikator atau melihat diksi yang digunakan Kiai Idris dalam berdawuh, agaknya santri yang penuh lebih Kiai Idris sukai. Bukti konkritnya adalah Kiai Idris tak hanya sekedar berucap melainkan melakukan yakni menghadiahi para tamu undangan di pernikahan putra-putri beliau dengan buku yang lantas dalam buku tersebut tersemat Moh. Idris Jauhari, DAA.

Bahkan lebih dari itu Kiai Idris berdawuh saya bermimpi melahirkan 1000 penulis dari pondok ini dan dawuh itupun juga dijalankan para santrinya yang lantas banyak lahir penulis dari pondok pesantren bernama Al-Amien Prenduan

Junglorong, 13 Maret 2020

Kiai Nawawi Noer Hasan Sidogiri dan Kedermawanannya


Oleh Moh. Ghufron Cholid

Tiap kiai selalu memiliki sisi yang menarik untuk dibahas dan diceritakan begitupun dengan sosok ulama bernama Kiai Nawawi Noer Hasan Sidogiri.

Kiai Nawawi memiliki keistiqamahan suka berinfaq. Bahkan jika ada orang membutuhkan uang tanpa ragu akan memberikan pinjaman.

Kisah lain yang lebih menggetarkan hati dari Kiai Nawawi adalah ketika menerim uang 25 rupiah sebanyak tiga kali penerimaan, lalu Kiai Nawawi memiliki tiga tamu maka uang tersebut dibagikan kepada tiga tamunya, masing-masing mendapatkan 25 rupiah.

Kala itu, harga satu sapi setara 5 rupiah. Betapa dunia dalam pandangan seorang Kiai Nawawi adalah sesuatu yang tidak diimpikan kemegahannya. Betapa kedermawan begitu bertahta sehingga gemerlap dunia tak mampu membutakan mata hati Kiai Sidogiri bernama Kiai Nawawi.

Betapa melihat orang tersenyum, terhindar dari kesusahan lebih digemari daripada limpahan harta dunia.

Alangkah sangat bahagia yang sezaman atau orang yang pernah menjadi santri Kiai Nawawi. Betapa nyala hati, telah terpancar di raut wajah kiai khos ini.

Maka wafatnya Kiai Nawawi adalah duka semesta, adalah duka umat Islam.

Jrenguan, 13 Maret 2020

Kiai Idris dan Penghargaan Bagi Dermawan



Oleh Moh. Ghufron Cholid

Bersyukur atau berterimakasih kepada sesama manusia adalah jalan lain bersyukur kepada Allah. Tampaknya itu tidak sekedar sesuatu yang diketahui melainkan dikerjakan oleh Kiai Idris.

Melupakan jasa pribadi dan selalu mengenang jasa orang lain adalah bagian dari hidup yang tak terlupakan.

Kiai Idris benar-benar menjadikan penghargaan yang diberikan kepada dermawan tak hanya diketahui sezamannya melainkan terus menerus diketahui dari generasi ke generasi, hal semacam ini bisa dilacak pada tiap nama asrama yang ada dalam pesantren Al-Amien Prenduan, sebut saja misalnya Aljufri, Amunir dan lain sebagainya. Penamaan tersebut bukan terbentuk dengan sendirinya dan tak memikiki latar belakang, semua dilakukan oleh Kiai Idris untuk terus mengingat jasa para dermawan, yang ikutserta menyumbangkan materi sehingga asrama tersebut jadi dan layak huni.

Saya kira, apa yang dilakukan Kiai Idris merupakan cara untuk tetap menghidupkan kebaikan orang lain, yang pernah diberikan ke pondok.

Tak hanya itu, peran penting orang-orang yang ikutserta membuat Al-Amien Prenduan menjadi besar seperti yang bisa kita saksikan. Nama-nama orang tersebut berada dalam catatan sejarah yang telah diabadikan oleh Kiai Idris yang kemudian nama-nama tersebut ditulis ulang oleh menantunya Kiai Idris yang bernama Kiai Bagus Amirullah, yang kemudian di desain nama-nama tersebut membentuk  wajah Kiai Chotib yang bisa anda temukan di kantor Elphysika. Atau ruangan yang biasa ditempati oleh Kiai Amir.

Jrengoan, 13 Maret 2020

Kamis, 12 Maret 2020

KH. AHMAD FAUZI TIDJANI: KIAI YANG VISIONER DARI AL-AMIEN PRENDUAN



Oleh Moh. Ghufron Cholid

Kiai Ahmad Fauzi, kiai yang alumni Al-Amien dan pada akhirnya pulang dalam peluk Al-Amien. Kiai yang melanjutkan ekstafeta kepemimpinan pesantren meneruskan perjuangan pendahulunya.

Dalam khidmah yang dilakukan, Kiai Ahmad Fauzi memiliki mimpi besar pada santri-santrinya yang pada akhirnya menjadi alumni di lembaga yang dipimpin dan diasuhnya.

Kiai Ahmad Fauzi berdawuh, Dalam menghadapi ujian ini harus belajar dengan sungguh-sungguh apalagi ini ujian tahap akhir, catat dalam hati kalian: Jadilah yang terbaik (mumtaz). Jika yang terbaik itu 50 orang, maka kalian harus jadi diantara yang 50 itu. Jika yang terbaik 30, kalian harus jadi diantara yg 30 itu. Jika yang terbaik 3 orang, kalian harus jadi diantara yang 3 orang tersebut. Pun jika yang terbaik itu hanya 1 maka kamulah 1 orang tersebut."

Sejatinya Kiai Ahmad Fauzi menegaskan, tak ada jalan lain selain maju ke depan menjadi yang terbaik.

Tak peduli sebarapa banyak dan sedikitnya bahkan jika hanya tersisa 1 orang 1 orang di antara muridnya yang harus mumtaz.

Hal ini menandakan bahwa Kiai Ahmad Fauzi Tidjani adalah seorang Pimpinan dan Pengasuh Al-Amien Prenduan yang visioner.

Pimpinan dan Pengasuh yang memperlakukan tiap santri memiliki kesempatan yang sama dalam menjadi yang terbaik. Namun Kiai Ahmad Fauzi sangat menyadari betapa seleksi alam itu sangatlah nyata, sehingga ada penegasan dari dawuh yang disampaikan. Kiai Ahmad Fauzi berdawuh, "Pun jika yang terbaik itu hanya 1 maka kamulah 1 orang tersebut."

Junglorong, 13 Maret 2020

Ketabahan Seorang Kiai Maktum


Oleh Moh. Ghufron Cholid

Dan benar-benar kami ujia kalian dengan sesuatu dari ketakukan, kelaparan dan kekurangan harta juga jiwa serta buah-buahan dan jadilah kalian orang-orang yang sabar. Yaitu, apabila mendapat musibah berucap semua dari Allah dan kepada Allah segala kembali."

Menjadi santri dan dipertemukan dengan seorang kiai, adalah berkah yang tidak bisa saya ingkari, dari sosok kiai segala pelajaran berarti bisa dipelajari. Sekali kiai tetap jadi kiai sebab tak ada mantan kiai sekalipun sudah boyong dari pesantren bergelar alumni.

Sakit bisa dialami siapa saja, baik orang biasa kiai ataupun sebangsa nabi. Sakit adalah tanda bahwa seseorang adalah hamba, yang serba berada dalam keterbatasan. Sakit nama lain dari batas sehat. Nama lain kebebasan manusia dalam mendapatkan sehat terikat ruang dan waktu.

Rasa sakit yang dialami manusia merupakan bukti adanya kekuatan maha dahsyat yang sangat tinggi, yang tidak bisa disaingi ciptaan. Sesuatu tersebut kita sebut Tuhan.

Mengenal Kiai Maktum di kala sehat dan sakit, tidak ada perbedaan yang mencolok.

Pimpinan dan Pengasuh Al-Amien Prenduan yang juga alumni Gontor masih mampu menyembunyikan rasa sakitnya di balik senyum, yang kerap diberikan kepada tiap orang yang ditemui. Kening Kiai Maktum masih tetap berbinar. Memancar cahaya, ada kesabaran yang begitu tampak mengakar.

Ketika Kiai Maktum sakit di rawat rumah sakit dekat bandara, saya datang sowan untuk menjenguk sekaligus mengabdi barang sehari. Saya ingin lebih dekat mengenal sosoknya dari jarak terdekat, dari jarak yang bisa disaksikan bukan dari jarak yang mendengar cerita-cerita orang seputar Kiai Maktum.

Paking tidak berada di rumah sakit, berada di dekat Kiai saya menemukan pelajaran berharga bahwa ketika sakit Kiai Maktum, tidak ingin menebar cemas di hati orang-orang dicintainya. Kiai Maktum masih tetap dengan senyum khasnya. Lewat senyumnya, Kiai Maktum seakan ingin berucap sejatinya dalam keadaan baik-baik saja.

Kiai Maktum seakan lebih memantapkan hati bahwa sakit yang dialami beliau adalah jalan cinta yang mesti ditempuh dengan ketabahan. Ketabahan yang ditampilkan tidak dalam bentuk yang penuh cekam, melainkan diperkenalkan secara natural lewat senyum yang diberikan.

Kiai Maktum seakan ingin berpesan bahwa rasa sakit bukan alasan merintih dan menebar rasa cemas. Sakit oleh Kiai Maktum dimaknai jalan ibadah mendekatkan diri kepada Allah lewat jalan sabar dan jalan menyedekahkan senyuman.

Kiai Maktum seakan ingin memberi tahu bahwa tersenyum di waktu sakit adalah cara mengobati penyakit.

Berada di rumah sakit, mengamati dari jarak dekat ketika Kiai Maktum sakit, ada pelajaran berharga bahwa beribadah kepada Allah memiliki ragam jalan dan ketika berada dalam masa sakit, jalan ibadahnya berupa bersabar. Tabah seraya menebar senyum yang rekah.

Paopale Daya, 12 Maret 2020

Selasa, 10 Maret 2020

KH. MOH. IDRIS JAUHARI DAN KEJUTAN TAHUN EMAS PENGABDIAN


Oleh Moh. Ghufron Cholid

Tak ada yang lebih mendebarkan di tahun emas berada di pesantren Al-Amien Prenduan dikenalkan oleh Kiai Idris sebagai pengurus Yayasan Al-Amien Prenduan termuda di GASERNA.

"Ust. Moh. Ghufron Cholid, silakan berdiri!" Ucap Kiai Idris seraya mengenalkan saya sebagai Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) yang berada di bawah naungan yayasan tepatnya berada di salah satu devisi Lembaga Dakwah.

Menggerakkan tukang-tukang yang bekerja di pondok pesantren Al-Amien Prenduan untuk ikut pengajian Selasaan dan mengatur jadwal kiai mengisi pengajian Selasaan. Di samping itu juga bertugas mengurus pengajian tengah bulanan yang tempatnya selalu berpindah, biasanya di kediaman Kiai Idris (dhalem laok), kediaman Kiai Tidjani (dhalem tenga), kediaman Kiai Maktum (dhalem dejeh).

Lembaga Pemberdayaan Masyarakat adalah salah satu tugas dari tiga tugas tiap ustad yang mengabdikan diri di dalam pondok pesantren Al-Amien Prenduan. Satu tugas di yayasan, satu tugas di asrama (rayon) yang dikenal dengan musyrif dan satu tugas di marhalah yakni tugas mengajar.

Selain tiga tugas yang disandang oleh tiap ustad, kuliah adalah kewahiban yang harus ditempuh bagi ustad yang memilih atau terpilih mengabdi di dalam. Istilah terpilih adalah bagi mereka yang sedari awal dipilih mengabdi di dalam oleh pihak pondok. Dipilih artinya calon guru tugas yang mengajukan mengabdikan diri di luar maupun di dalam namun tetap di letakkan di luar.

Yang mengabdi di dalam pondok secara otomatis menjadi mahasiswa (plus) pagi mengajar sedang siang hingga sore kuliah. Mahasiswa plus memiliki persamaan dengan mahasiswa intensif (orang yang kuliah di Al-Amien dan menetap di Al-Amien) sama-sama dikenai kewajiban menerjemahkan bab dua skripsinya ke dalam bahasa Arab atau bahasa Inggris. Sementara mahasiswa reguler (kuliah di Al-Amien berangkat dari rumah/tempat kos dan kembali ke rumah/tempat kos) dan mahasiswa FORSIKA (guru-guru yang mengajar di lembaga namun kuliah di Al-Amien dan pulang ke lembaganya masing-masing untuk mengabdikan diri) tidak dikenai kewajiban menerjemahkan bab dua skripsinya ke dalam bahasa Arab dan bahasa Inggris.

Sejatinya kejutan yang diberikan Kiai Idris Jauhari juga menjadi salah satu tiket bagi saya untuk ikut kumpul selasaan, kumpul guru-guru senior dengan majlis kiai membahas program pondok yang telah lalu dengan cara mengevaluasi ulang sekaligus membahas program pondok yang akan datang dan hal-hal lain terkait pondok pesantren.

Junglorong, 11 Maret 2020

KH. MOH. TIDJANI DJAUHARI: KIAI PENYABAR DAN PENYEJUK HATI


Oleh Moh. Ghufron Cholid

Santri adalah anak ruhani seorang kiai barangkali pembuka tulisan ini terlalu menjustifikasi dan terlalu mengeneralisasi keadaan, pasalnya tidak semua santri memiliki pemahaman dengan kiainya bahkan ada santri yang terlalu ekstrim hingga melampaui norma-norma yang telah diajarkan kiai.

Kiai Tidjani di samping seorang kiai yang memiliki wawasan luas, juga dikenal seorang penyabar dan penyejuk hati.

Berbeda halnya ketika penulis, tidak hanya mendengar melainkan menyaksikan bagaimana seorang Kiai Tidjani menghadapi santri yang memiliki pandangan liberal bahkan kelewat liberal karena pandangan tersebut tak hanya diyakini sendiri melainkan diungkapkan di ruang publik.

Kiai Tidjani meski memiliki kemampuan mengubah pendirian santrinya dengan tangan (kekuasaan) sebagai Pimpinan dan Pengasuh lembaga, yang memungkinkan bisa mengusir santri yang memiliki pemikiran nyelenih tentang tauhid. Namun Kiai Tidjani lebih menempuh jalan dengan memberikan pandangan yang mendamaikan.

Kiai lebih memilih sebagai seorang ayah kepada anak didiknya bukan seorang bos kepada karyawannya yang melakukan kesalahan fatal langsung main pecat.

Kiai Tidjani dengan kesabarannya lebih memilih menyentuh hati santrinya yang sedang hitam pekat, dengan sentuhan cinta.

Kiai Tidjani lebih suka menjawab pemikiran liberal santrinya dengan menyesuaikan kondisi. Jika tetlalu membahayakan akidah biasa menjawab pertanyaan nyeleneh dengan jawaban yang mudah ditangkap publik (santri secara umum) sementara penjelasan lebih mendalam biasa dilakukan dengan memanggil santri bersangkutan ke kediaman dan memberikan pemahaman secara terperinci.

Paling tidak peristiwa menggemparkan ini terjadi ketika penulis masih berstatus santri dan kala itu yang memiliki pemikiran liberal adalah santri yang sudah duduk di marhalah aliyah.

Beberapa santri maupun guru meyakini akibat yang akan diterima oleh santri berpikiran nyeleneh tersebut adalah diusir dari pondok secara tidak terhormat. Namun tebakan kami meleset santri tersebut tetap berada di pondok sampai menyelesaikan studi pesantrennya.

Sejak peristiwa tersebut jika ditanya tentang sosok Kiai Tidjani maka tanpa ragu penulis akan menjawab Kiai Tidjani: Kiai Penyabar yang Menyejukkan hati.

Torjunan, 10 Maret 2020

KH. MOH. TIDJANI DJAUHARI: Kiai Madura Bertaraf Internasional


Oleh Moh. Ghufron Cholid

Apa yang bisa dikisahkan bila mendengar nama Kiai Tidjani, pertanyaan semacam ini kerap memburu saya waktu berada di waktu senggang atau ketika dalam keadaan jeda menulis.

Saya diam sejenak lalu mengumpulkan segenap ingatan. Saya biarkan angin berdesir dan aksara-aksara berbaris rapi minta segera dituliskan.

Kiai Tidjani, tentu kiai Madura dan tinggal di Madura serta seorang Pimpinan dan Pengasuh Pondok Pesantren Al-Amien yang wafat tahun 2007.

Kiai Madura alumni Gontor ini memilih mengabdi di tanah kelahirannya. Namun berbicara Al-Amien Prenduan dalam ruang lingkup internasional takkan pernah lepas dari peranan Kiai Tidjani. Al-Amien Prenduan ya Kiai Tidjani dan Kiai Tidjani ya Al-Amien Prenduan.

Menariknya kendati Kiai Tidjani adalah seorang Pimpinan dan Pengasuh sebuah lembaga yang bertempat di Madura, Kiai Tidjani bisa dibilang duta Al-Azhar sebab Kiai Tidjani adalah seketaris robitah.

Di masa Kiai Tidjani, paling tidak tamu-tamu penting tak hanya berasal dari negeri tercinta bernama Indonesia sebab banyak pula yang berasal dari luar negeri.

Al-Amien Prenduan meski berpusat di Madura tepatnya di sebuah kawasan yang berada di bawah naungan Kabupaten Sumenep, soal hubungan internasional bukan hanya kabar burung melainkan sudah mendapat isapan jempol. Kalau saya punya 10 jempol maka 10 jempol saya berikan kepada Al-Amien Prenduan di masa Kiai Tidjani, ini jika kita bicara Al-Amien Prenduan sebuah lembaga di kawasan lintas negara.

Jika ada yang mengaku santri Al-Amien maka yang akan didapat adalah santrinya Kiai Tidjani? Tak ada pilihan selain mengangguk karena memang benar Kiai Tidjani adalah Pimpinan dan Pengasuh Pondok Pesantren Al-Amien atau juga bisa dikatakan Kiai Tidjani adalah implementasi Al-Amien itu sendiri.

Torjunan, 10 Maret 2020

KH. MOH. TIDJANI DJAUHARI DAN KEJUTAN ISTIMEWA


Oleh Moh. Ghufron Cholid

Alangkah sangat bertuah santri yang menjadi alumni tahun (2006), santri angkatan tersebut menamakan diri Sunsavista 31.

Adalah suatu di luar dugaan semalam selepas wisuda, tengah malam kami yang menjadi alumni dikumpulkan di dalam masjid dan mendapat kejutan berharga berupa sanad Tafsir Jalalaen. Kiai Tidjani mulang kitab tafsir.

Kami seangkatan bergegas menyiapkan diri menuju masjid, teman yang tidur dibangunkan, teman yang lain yabg kala itu berada di luar pondok ditelphone segera balik ke pondok untuk bersama ikut ngaji kitab tafsir bersama Kiai Tidjani.

Seingat saya selama saya nyantri mungkin angkatan kami yang paling bertuah, yang mendapat hadiah spesial dari Kiai Tidjani.

Kamipun tak pernah menyangka bahwa ngaji kitab tafsir itu adalah peristiwa paling istimewa pada generasi kami karena sebelum dan sesudah generasi kami Kiai Tidjani tak pernah melaksanakan membuka ngaji bareng tafsir jalalaen tengah malam.

Belakangan setelah beliau tiada, kenangan indah itu mulai berkelebat dalam ingatan. Perlahan saya mengerti betapa kehadiran seseorang bisa ditemukan begitu berharga ketika orang tersebut tak lagi di sini.

Perlahan saya mulai mengerti kenapa Kiai Tidjani ingin kami mengaji tafsir jalalaen tengah malam bahwa dalam menjadi tholibul ilmu harus mampu menaklukkan diri sendiri. Menaklukkan rasa malas yang bersemayam di hati, menjinakkan rasa kantuk yang ada serupa kutuk.

Angin berdesir malam semakin larut dan dini hari sudah mengucapkan selamat datang, ngaji tafsirpun berakhir.

Torjunan, 10 Maret 2020

Senin, 09 Maret 2020

ARISTA DEVI: PEREMPUAN KREATIF BERKUNJUNG KE NEGARA-NEGARA SECARA GRATIS LEWAT HOBI

Jangan sia-siakan hobi yang kamu miliki sebab tak menutup kemungkinan hobimu yang akan mengantarmu pada negeri-negeri tak terduga umtuk dikunjungi. Moh. Ghufron Cholid

Arista Devi​​ (Yuli Riswati) merupakan seorang perempuan yang ketiban berkah, mengembara ke negeri-negeri baru dalam peta hidupnya untuk dikunjungi lewat hobi jeprat-jepret yang ditekuni.

Arista Devi, seorang perempuan yang memiliki hobi memotret lalu mengunggah hasil potretannya di media sosial, lewat hobi tersebut Arista bisa tahu bahwa memotret menggunakan handphone dengan kamera profesional sama-sama memiliki kelebihan dan kekurangan.

Kekurangan kamera profesional, menurut Arista harus mempertaruhkan salah satu objek dari dua objek yang dibidiknya. Jika yang lebih mengemuka adalah baground belakang maka bisa dipastikan hasil foto modelnya blur dan alias tidak terang pun sebaliknya jika foto modelnya yang tampak memikat maka bagroundnya yang akan blur. Kamera handphone pertaruhannya adalah kecematan tangan, jika bisa menaklukkan sudah bisa dipastikan hasilnya bagus baik yang menjadi model maupun baground belakang model tersebut.

Lewat kebiasaan jeprat-jepret tersebut, Arista seakan ketibanan berkah. Berkah dari istiqamah hobi yang dilakoninya. Berkunjung ke negara-negara dengan gratis. Mengikuti event-event internasional, tidak hanya menjadi penonton melainkan pembicara ataupun pelaku.

Torjunan, 10 Maret 2020

KH. MOH. IDRIS JAUHARI DAN ALAMAT SENYUM MANIS


Oleh Moh. Ghufron Cholid

Tiap santri tentu punya kenangan istimewa dengan kiainya, kenangan itupun antara satu santri dengan santri lainnya akan berbeda, Kiai Idris dan Alamat Senyum Manis adalah kisah Kiai Idris dan rambut panjang saya.

Rambut panjang adalah kegemaran saya ketika nyantri di Al-Amien, tentu sangat terlihat aneh memiliki rambut panjang di tengah para santri dan para asatidz yang menyukai rambut pendek. Tentu takepas dari gunjingan dan tak lepas dari sorotan yang masuk target untuk diusir dari pondok.

Rambut saya, terbilang rambut yang cepat sekali panjangnya sehingga untuk memotongpun bisa menimbulkan kebosanan di hati. Namun tiap pilihan tentu memiliki resiko yang tak dapat dihindari, inilah yang kerap menjadikan saya target untuk diusir dari pondok baik ketika menjadi santri maupun sudah menjadi ustad.

Biasanya saya diberikan waktu tiga hari untuk memotong rambut jika dalam tiga hari saya tidak memotong rambut maka sanksi yang harus saya terima adalah diusir.

Tiap malam terakhir tenggat saya akan diusir karena rambut panjang, saya didatangi Kiai Idris dalam mimpi. Kiai tidak mengatakan saya mesti mencukur, hanya berucap rambut kamu sudah panjang ya.

Seketika itu juga saya terbangun dan meminta bantuan seorang teman untuk memotong rambut, kadang pula saya memotong rambut saya sendiri dengan tangan sendiri senyampang terlihat pendek. Walhasil saya tak jadi diusir.

Peristiwa semacam ini tidak hanya terjadi sekali bahkan terjadi berkali-kali baik ketika saya menjadi santri, menjadi ustad maupun ketika menjadi alumni. Kalau rambut saya kelewat panjang, biasanya Kiai Idris datang dalam mimpi sekedar menyampaikan rambut saya sudah panjang, yang menjadi isyarat sudah waktunya dipotong sehingga saya kerap mengatakan saya tak mau potong rambut sebab Kiai Idris belum datang dalam mimpi.

Kenangan indah itu membekas sampai sekarang. Paling tidak inilah kenangan yang paling istimewa bagi saya, bila mengisahkan Kiai Idris.

Torjunan, 10 Maret 2020

KH. MOH. IDRIS JAUHARI DAN KHASIAT DAWUH KIAI





Oleh Moh. Ghufron Cholid

Bawalah apa saja yang bisa kamu bawa dari pondok ini, kalau tidak bisa membawa semua cukup bawa satu saja yang menandakan kamu santri Al-Amien. KH. Moh. Idris Jauhari

Berulangkali saya tertegun memikirkan intisari dari dawuh Kiai Idris, beragam ilmu telah saya terima namun dari sekian ilmu rasanya belum ada yang bisa saya bawa, yang dengannya saya bisa berkata santri Al-Amien. Tidak ada yang bisa saya ungkap kecuali, saya pernah belajar menulis puisi di Al-Amien tepatnya di Sanggar Sastra Al-Amien.

Saya dipertemukan dengan guru-guru puisi yang beragam. Tak terjumlah berapa kaskul yang pernah saya tamatkan sebagai tempat menulis puisi. Tak terhitung sudah berapa ribu puisi yang pernah saya tulis mulai nyantri di Al-Amien hingga saat ini.

Yang saya tahu jalan puisi sangat terjal dan penuh liku. Namun yang bisa saya bawa dari Al-Amien hanyalah puisi. Lewat puisi saya bisa berkata, saya santri Al-Amien. Saya menyadari, saya bukan orang yang pandai berpuisi.

"Orang yang berbakat kalah dengan orang yang tekun, orang yang berbakat tanpa belajarpun ia bisa memenangkan perlombaan namun ia cepat hilang dan tidak dikenang berbeda dengan orang tekun. Orang yang tekun mulanya tidak berbakat namun ia tetap istiqamah melakukannya dan orang seperti ini akan awet dan terus dikenang. Namanya terus disebut diberbagai moment!"

Paling tidak nasehat Kiai Idris itu salah satu dari sekian cara yang saya tempuh, istiqamah menulis puisi. Saya termasuk seorang yang memiliki impian yang terbilang sulit untuk diwujudkan, tapi impian itu kerap saya sampaikan di berbagai keadaan. Sayapun siap dengan resikonya, yang takkan mungkin luput dari cibiran dan tak menutup kemungkinan juga ada yang mendoakan.

Keliling dunia dengan puisi adalah impian saya, jikapun saya tidak bisa melaksanakan sepenuhnya paling tidak puisi saya yang keliling dunia.

Di pondok, saya kebagian edisi pertama dalam menulis puisi, ketika Majalah QALAM terbit secara nasional, puisi saya dimuat di majalah tersebut, demikian pula saat Al-Amien Prenduan memiliki web al-amien.ac.id, puisi saya juga terbit yang pertama selepas itu tak pernah dimuat lagi, seberapapun banyak saya mengirim.

Ketika buku puisi bersama berjudul Akar Jejak yang memuat puisi-puisi Penyair Al-Amien dalam 10 tahun terakhir, puisi-puisi saya juga dimuat, itupun lewat seleksi ketat guru puisi saya bernama Ust. Moh. Hamzah Arsa.

Tahun 2009 saya sudah diundang temu penyair lintas negara bertempat di Malaysia, namun saya tidak bisa hadir karena saya masih mengabdi di Al-Amien Prenduan.

Puisi kerap membawa saya bertualang, mengunjungi tempat-tempat tak terduga, kadang saya datang bersamaan dengan puisi, kadang puisi datang lebih dahulu dan kadang pula puisi saya lebih dahulu sampai tanpa kehadiran saya. Begitulah pertemuan saya dengan puisi, begitulah dawuh kiai saya lakoni.

Japan Foundation Jakarta adalah tempat pertama saya baca puisi, tempat yang sangat unik saya rasa karena tempat ini sangat istiqamah menerapkan orsinalitas. Puisi yang dibaca itu ditulis ke secarik kertas lalu dibumbuhi tanda tangan dan diletakkan dalam pigura lalu di pajang di dinding-dinding Japan Foundation Jakarta kala itu

UPSI Perak Malaysia (2012) adalah tempat pertama kali saya baca puisi di negeri jiran. Tahun pertama, saya berjumpa Dato Malim Ghozali Pk.

Tahun 2013 puisi saya ikut dimuat dalam buku puisi yang di dalamnya memuat puisi penyair dari berbagai negara dalam sebuah Kongres Penyair Lintas Negara ke-33 di Ipoh. Tahun yang sama, takdir membawa saya ke Brunei menikmati indah kampoeng air seraya menulis puisi.

Tahun 2014 diundang ke Peru oleh Mavi Marques untuk menghadir Kongres Penyair Sedunia Ke-34 namun saya tidak bisa datang karena terkendala Bahasa Inggris, saya menyesal ketika berada di Al-Amien Prenduan tak mendalami Bahasa Inggris.

Saya pelan-pelan mulai memahami betapa melaksanakan dawuh kiai sangat berbuah manis. Saya menyadari itu semua setelah menjadi alumni. Kini saya dengan puisi telah menjadi teman karib. Lewat puisi, saya bisa kembali ke masa silam dan mengisahkan sosok-sosok istimewa yang pernah mewarnai hidup ini. Lewat puisi pula, saya seolah kembali bersua dengan kiai-kiai yang telah memberikan warna ilmu Ilahi. Hingga kini menulis puisi nama lain dari hidup saya.

Dalam buku-buku puisi saya, Kamar Hati (Shell-Jagat Tempurung, 2012), Menemukan Allah (Pena House, 2016), Surga yang Dilahirkan (FAM Publishing, 2019) dan Bekal Termahal Seorang Istri (FAM Publishing, 2019) juga memuat puisi yang didekasikan untuk kiai sebagai jalan syukur masih diberikan keistiqomahan menulis puisi.

Torjunan, 10 Maret 2020