Jejak Langkah

Sabtu, 29 Februari 2020

KISAH KH. ANWARUDDIN KETIKA NYANTRI DI AL-KHOZINY BUDURAN

                         KH. Anwaruddin
(Pimpinan dan Pengasuh Pondok Pesantren Mambaul Ulum Tlageh Galis Bangkalan)
Oleh Moh. Ghufron Cholid

Adanya Kiai untuk mengatur masyarakat, bukan masyarakat yang mengatur Kiai. KH. Anwaruddin

KH. Anwaruddin adalah satu ulama yang dimiliki oleh masyarakat tlageh galis. Sebutan Gus Tammar yang paling familiar. Seorang alumni Pondok Pesantren Assirojiah Kajuk.

Ada yang menarik dari Gus Tammar ketika nyantri di Alkhoziny Buduran Sidoarjo. Kala itu, Gus Tammar hendak memilih menjadi santri yang tholibil ilmu. Bagi Gus Tammar menambah ilmu adalah hal yang sangat digemari.

Suatu ketika Kiai hendak bepergian, dan meminta Gus Tammar untuk menggantikan Kiai mulang santri di kelas. Santri yang lebih lama atau bisa dibilang lebih senior satu persatu masuk kelas.

Gus Tammar memperhatikan satu persatu. Sungkan adalah kata pertama yang terbersit di kedalaman hatinya. Namun dawuh Kiai lebih penting dari segala. Lebih penting daripada rasa sungkan yang datang dan menetap di hati.

Satu persatu santri mulai duduk di tempatnya masing-masing, Gus Tammarpun meletakkan kitab di atas dempar, tempat Kiai biasa meletakkan kitab. Santri lain saling pandang semacam menegaskan rasa heran.

Ragam pandangan tersemai di hati para santri. Ketika Gus Tammar membuka kitab dan melaksanakan dawuh Kiai Buduran untuk mulang hingga tuntas jam belajar kitab.

Pandangan sinis yang tak terucap dari para santri berubah mrnjadi rasa takjub. Ada yang berpandangan bahwa penugasan memulang kitab kepada Gus Tammar adalah tepat. Ada pula yang berpandangan bahwa penugasan tersebut didasarkan karena memang Kiai punya ilmu mukasyafah.

Gus Tammar sendiri tak pernah menanyakan kepada para santri Buduran apakah cara memulang kitabnya sudah benar. Yang ada di benak Gus Tammar kala itu hanyalah melaksanakan dawuh Kiai lebih penting dari segala.

Tanggul Jember, 29 Februari 2020

Tidak ada komentar:

Posting Komentar