Oleh Moh. Ghufron Cholid
Apa jadinya jika seorang Pendongeng bertemu seorang Nolevis pasti malam pertamanya sangat seru. Saya tak dapat membayangkan sebab saya tak pernah mengalaminya tapi dua tokoh ink bukan tokoh fiktif, ianya nyata bahkan sangat nyata.
Ustad Ahmad Sanusi dan Endang Kartini adalah tokoh yang benar adanya. Keduanya adalah alumni pondok pesantren Al-Amien Prenduan. Yang satu alumni TMI dan satunya alumni TMaL. Keduanya bersepakat membina rumah tangga dan hidup bahagia.
Yang laki-laki adalah wali kelas saya saat 3 Intensif B sebuah jenjang pendidikan yang ditempuh oleh santri yang masuk Al-Amien Prenduan dengan menggunakan ijazah SMP/sederajat. 3 Intensif merupakan perpaduan dari pertengahan tahun pertama untuk 3 MTs sedangkan pertengahan tahun berikutnya untuk kelas 1 MA.
Yang perempuan merupakan senior saya di Sanggar Sastra Al-Amien (SSA) mesti tak pernah bertemu, antara penulis putra dan putri terpisah maka secara kaderisasi tetaplah senior saya, yang lahir dari rahim Sanggar Sastra Al-Amien.
Yang laki-laki lebih istiqamah mendongeng secara vokal dan visual dan yang perempuan lebih istiqamah di seni menulis, namun yang pasti kerurunannya mewarisi jiwa seni meski keseniannya bisa dikatakan berbeda. Eit ada yang lupa selain mendongeng Ustad Ahmad Sanusi juga piawai menulis Arab dengan bahasa yang lebih familiar Khattat.
Ternyata bukan hanya seorang ulama yang juga mewarisi ilmu, aenimanpun juga bisa menurunkan jiwa seninya pada titisannya atau yang dalam bahasa orang Madura bisa disebut Nak poto julukan buat anak atau keturunan.
Yang pasti keduanya saling melengkapi. Saling menginspirasi namun nyatanya yang dominan menginspirasi adalah Ustad Ahmad Sanusi nyatanya Ustadzah Endang Kartini semakin lengket dan nempel kayak perangko.
Barangkali tulisan ini bisa disebut sebagai kesaksian. Yang jelas keberadaan keduanya membuat saya iri untuk semakin karib dan melengkapi bersama istri. Bisa dibilang iri yang tak kenal kata no way.
Junglorong, 24 Februari 2020
Tidak ada komentar:
Posting Komentar