Oleh Moh. Ghufron Cholid
Suatu ketika saya diajak kiai ke sebuah tempat yang berada di sebelah timur pondok tahfidzah al-amien. Sebuah gardu berbahan bambu yang berada di halaman rumah seorang tetangga pondok.
Tempat yang saya pikir sangat pas untuk menikmati suasana pedesaan sambil meneguk kopi racikan penjual kopi. Ternyata di sinilah yang disebut warung kopi error.
Sepintas terkesan biasa-biasa saja. Tak ada yang istimewa apalagi mengejutkan dada. Tentu tidak ada dan tak pernah ada. Saya hanya diam dan mencoba menantikan kejutan yang akan terjadi.
Matahari sudah rebah di pangkuan senja. Kami masih menikmati kopi dan berbincang ala kadarnya. Adzan maghrib telah bergema. Aktivitas mengobrol sudah sampai pada jeda. Satu persatu yang ada di gardu mulai sibuk untuk bersiap diri. Mengambil wudlu dan kembali ke gardu unruk melaksanakan sholat berjamaah.
Saya mengikuti rentetan demi rentetan mulai dari sholat berjamaah lalu dzikir bersama yang tentunya dipimpin oleh Kiai Bagus Amirullah. Sungguh pemandangan sangat indah. Saya sangat heran bagaimana bisa sebuah komunitas ngopi tiba-tiba menjadi sangat syar'i. Bisa menjadi tempat untuk menegakkan sholat dan dzikir bersama.
Yang lebih mengherankan lagi adalah aktivitas setelah sholat isyak. Kisaran setengah jam setelah sholat isyak. Warung kopi error menjadi tempat yang begitu mengasyikkan. Saling mengeluarkan pusaka baik untuk ditukar maupun dijual. Ada pula yang melakukan transaksi untuk merawat pusaka.
Warung kopi error yang didirikan Kiai Bagus Amirullah menjadi sebuah tempat yang begitu hangat. Penuh persahabatan dan tempat layak untuk menghidupkan perekonomian.
Angin berhembus sepoi-sepoi. Malam semakin larut dan kamipun pamit meninggalkan warung kopi error menuju pesantren untuk melakukan aktivitas yang lain. Menikmati indah suasana malam puasa.
Junglorong, 2 Maret 2020
Tidak ada komentar:
Posting Komentar