Oleh Moh. Ghufron Cholid
"Anak-anakku bawalah buku dan pulpen di manapun kalian berada, jangan jadi 'KECOA'!!! Yaitu kelompok calon orang-orang awam." KH. Moh. Idris Jauhari
Sepintas apa yang didawuhkan Kiai Idris terkesan penuh sindiran. Barangkali mendengarnya bisa seakan tersambar petir. Telinga memerah tak terduga namun ketika kita memelankan langkah, merasakan desir angin sampai kedalaman ruh, terasa ada sisipan isyarat yang begitu dahsyat jika tidak sekedar didengarkan melainkan dikerjakan.
Tentu apa yang disampaikan Kiai Idris tidak berhenti kepada perintah hanya sekedar membawa melainkan juga mempergunakan.
Kiai Idris seakan ingin para santrinya, murid-muridnya baik yang masih berstatus santri aktif maupun alumni memberdayakan buku dan pulpen di manapun berada.
Buku dan pulpen lambang keseimbangan dan merujuk kepada seorang pemikir atau seorang yang diharap bisa mencatat apa saja yang dianggap berharga sehingga bisa menjadi manusia yang lebih bermakna.
Kiai Idris seakan ingin menegaskan bahwa sejatinya kita masih thalabul ilmi. Kita masih membutuhkan buku dan pulpen untuk mencatat ragam pelajaran bermakna. Biar segala pemikiran yang telah ada atau segala kemajuan yang pernah dicapai, bisa dilacak dan dipelajari sehingga dari hari ke hari kita tidak termasuk orang-orang yang disinyalir dalam surat Al-Ars sebagai orang merugi.
Buku adalah media untuk menumpahkan segala inspirasi, ragam impian ataupun aneka keteladanan, yang hanya bisa ditempuh jika seseorang menggerakkan pulpennya ke dalam buku lalu mencatat, sebagai temuan yang kelak bisa mendatangkan kebahagiaan.
Buku dan pulpen adalah perpaduan yang saling melengkapi. Buku dan pulpen adalah indikasi yang menjadi tolak ukur seseorang seorang penulis atau tidak.
Melihat dari cara Kiai Idris mempertegas dawuhnya, kita seakan mafhum bahwa Kiai Idris ingin santri-santrinya menjadi seorang yang suka menulis atau seorang penulis, apapun profesi yang ditekuni karena dengan menuliskan sebuah pemikiran dalam buku menjadi bukti bahwa seseorang pernah hidup dan pernah berbagi pandangan.
Memang tidak secara terang-terangan mengucapkan jadilah kalian seorang penulis, namun dengan melihat indikator atau melihat diksi yang digunakan Kiai Idris dalam berdawuh, agaknya santri yang penuh lebih Kiai Idris sukai. Bukti konkritnya adalah Kiai Idris tak hanya sekedar berucap melainkan melakukan yakni menghadiahi para tamu undangan di pernikahan putra-putri beliau dengan buku yang lantas dalam buku tersebut tersemat Moh. Idris Jauhari, DAA.
Bahkan lebih dari itu Kiai Idris berdawuh saya bermimpi melahirkan 1000 penulis dari pondok ini dan dawuh itupun juga dijalankan para santrinya yang lantas banyak lahir penulis dari pondok pesantren bernama Al-Amien Prenduan
Junglorong, 13 Maret 2020
Tidak ada komentar:
Posting Komentar