Jejak Langkah

Selasa, 03 Maret 2020

KH. MOH. IDRIS JAUHARI DAN KERANDA YANG MENJADI REBUTAN

Oleh Moh. Ghufron Cholid

28 Juni 2012 adalah detak waktu yang mampu menggenangkan airmata. Betapa tidak, hari itu adalah hari wafatnya Kiai Idris. Seorang Kiai Kharismatik dan Konseptor Ulung Pendidikan yang pernah dimiliki Al-Amien Prenduan.

Wafatnya Kiai Idris menyisakan duka mendalam dan banyak yang merasa kehilangan sosok ulama satu ini.

Ada yang begitu mendebarkan yakni manakala keranda Kiai Idris menjadi rebutan untuk dibawa ke Masjid Jamik Al-Amien.

Tak terjumlah orang yang rela berdesakan. Rela tak mengenakan sandal. Meninggalkan sandal mahalnya sekedar berebut mengantar keranda kiai ke masjid.

Tak terhitung pula berapa tangan dan tubuh yang terpental jauh. Tak bisa menyentuh keranda kiai meski jarak terjauh.

Saya tak hanya sebagai penonton juga termasuk orang yang terpental. Tak sempat menyentuh keranda kiai padahal tinggal mengangkat tangan sedikit lagi. Betapa berdesakan.

Mulai dari kediaman sampai masjid banyak yang harus menelan kecewa karena tidak kebagian mengantarkan keranda kiai.

Kala itu sangat banyak. Tak terjumlah berapa banyak yang hadir. Semua tempat tampak sesak.

Alangkah menggetarkan kematian seorang ulama pilihan Allah. Serasa belum lengkap rasanya bagi saya jika hadir ke acara pemakan Kiai Idris tanpa pernah mampu menyentuh keranda. Ketika di depan masjid saya terpental jauh. Jangankan sekedar menyentuh berada di dekat keranda kiaipun saya tak bisa.

Kala itupun saya bernazar jika memang saya termasuk murid beliau sayapun bisa menyentuh bahkan bisa mencium keranda beliau.

Selang beberapa waktu. Tepatnya setelah Kiai Idris disholati semacam ada sebuah keajaiban, saya semacam menemukan jalan termudah mendekati keranda kiai. Saya bisa menyentuh sekaligus mencium keranda kiai.

Jika menyaksikan banyaknya manusia rasanya sangat mustahil namun tak ada yang mustahil jika Allah berkehendak. Barangkali itulah yang terus bergema di kedalaman bathin saya.

Ternyata Kiai Idris tak hanya dicintai ketika hidup bahkan setelah tiada kecintaan itu semakin bergema.


Junglorong, 3 Maret 2020

Tidak ada komentar:

Posting Komentar